Jakarta, CNN Indonesia --
Hasil PCR negatif usai terkonfirmasi positif Covid-19 nyatanya bukan akhir perjuangan Heru Setiyaka. Setelah usai berjuang dengan kisah Covid-19, ia pun memulai babak baru dengan diabetes.
Pertengahan 2021 lalu, ia sekeluarga juga ART di rumah terkonfirmasi positif Covid-19. Setelah melapor ke Puskesmas setempat, ia dan keluarga disarankan untuk isolasi mandiri mengingat gejala tergolong ringan.
"Saya 10 hari isolasi mandiri di rumah tapi kondisi masih lemas, saturasi 85-86, terus agak sesak napas. Kalau bau, masih bisa cium. Saya dicarikan rumah sakit, lalu dapat di RSUD Cengkareng," kata Heru saat berbincang dengan CNNIndonesia.com via telepon, Jumat (18/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama perawatan di rumah sakit, kadar gula darah Heru malah melonjak hingga menyentuh angka 400. Ia pun kebingungan saat dokter menanyakan apa dirinya melakukan terapi insulin di rumah.
Heru cuma bisa pasrah saat disuntik insulin. Kadar gula darahnya berangsur turun dari 400 ke 200-250. Ia masih berusaha mencerna situasi, meskipun diabetes bukan hal yang baru dalam riwayat kesehatan keluarga. Diabetes memang bukan penyakit yang asing sebab sang ibu mengidap penyakit serupa.Meski demikian, sebelum terinfeksi covid-19 dia tak didiagnosis dengan diabetes.
"Kok bisa? Saya sudah jaga pola makan, ya gimana caranya mencegah. Jauh sebelum kena Covid, sudah konsumsi beras merah, minum teh, kopi enggak pakai gula," keluhnya.
Covid-19 seolah mendorong dirinya 'terserang' diabetes lebih cepat. Ia berkaca dari sang ibu yang mengidap diabetes di usia senja, sedangkan dirinya sudah lebih dulu di usia belum genap 49 tahun.
Setelah 16 hari perawatan di rumah sakit, ia diperbolehkan pulang dalam kondisi tubuh dan kadar gula darah yang cukup stabil. Di rumah ia menjalani isolasi mandiri dan terapi insulin.
Terapi insulin harus dijalani selama dua bulan. Heru pun menyesuaikan pola makan dengan mengurangi asupan karbohidrat, gula, buah-buahan yang tidak terlalu manis dan memperbanyak protein.
"Pagi paling buah, siang itu nasi merah, sayur, daging. Sayurnya rebusan. Malam paling tanpa nasi, sayur rebus, sama lauk, bisa ikan, ayam atau telur. Terus juga memaksakan buat olahraga. Dulu sih olahraga, tapi banyak enggaknya," katanya terkekeh.
Terapi insulin pun berbuah manis. Kadar gula darahnya turun dan stabil sehingga ia tinggal mengonsumsi obat oral yang dikonsumsi sehari sekali.Meski demikian, usai covid-19, kini dia harus hidup berdampingan dengan diabetes.
Hidup dengan diabetes tentu tidak mudah. Namun Heru merasa beruntung sebab dirinya termasuk orang yang disiplin soal pola makan. Sebelum terkena diabetes pun, ia sudah memperhatikan pola makan. 'Keberadaan' diabetes ini pun membuat pola makannya jadi lebih ketat.
Akan tetapi Heru tidak membiarkan dirinya sampai benar-benar anti terhadap makanan tertentu.
"Gorengan ya, enggak apa-apa, saya cukup satu atau dua saja, siang hari. Saya enggak memaksa [enggak boleh sama sekali makan], nanti kepikiran. Diabetes kan pikiran enggak boleh stres. Akhirnya makan. Katakan tempe goreng tepung, ya sudah ambil satu," katanya.
"Akhirnya balik lagi kan, sudah takdirnya gitu, ya dijalani. Pikiran kita longgarkan saja. Hidup dengan diabetes, menerima tapi tetap menjaga."
Di sisi lain, efek dari Covid-19 ternyata tak hanya diabetes. Hingga kini Heru masih memiliki keluhan kesemutan atau kebas di area kaki, sebagai bagian dari long covid.
Kesemutan dan kebas ini kerap membuatnya susah tidur. Padahal selama beraktivitas seharian, tidak ada keluhan berarti.
Menurut dokter, lanjutnya, tidak ada obat yang bisa diberikan untuk saat ini. Heru hanya disarankan untuk berolahraga demi mengatasi kesemutan di kakinya.
"Saya masih heran, jam 11 atau jam 12 itu bangun, buang air kecil. Dulu tiap malam diambil darah selama dirawat [di rumah sakit] jam 12, jam 1. Kebiasaan itu [bikin saya] kebawa bangun, sampai sekarang," katanya.