Hari Pendengaran Sedunia: Jaga Pendengaran Kini dan Nanti

CNN Indonesia
Kamis, 03 Mar 2022 11:34 WIB
Hari Pendengaran Sedunia diperingati setiap 3 Maret yang tahun ini jatuh pada Kamis (3/3) dan mengusung tema 'Jaga Pendengaran Kita KINI dan NANTI'.
Hari Pendengaran Sedunia diperingati setiap 3 Maret yang tahun ini jatuh pada Kamis (3/3) mendatang dan mengusung tema 'Jaga Pendengaran Kita KINI dan NANTI'. (iStockphoto/Techin24)
Jakarta, CNN Indonesia --

Hari Pendengaran Sedunia diperingati setiap 3 Maret yang tahun ini jatuh pada Kamis (3/3). Pada peringatan kali ini, Hari Pendengaran Sedunia mengusung tema "Jaga Pendengaran Kita KINI dan NANTI".

"Gangguan pendengaran merupakan penyebab tertinggi keempat untuk disabilitas secara global. Dampak yang ditimbulkan oleh gangguan pendengaran dan ketulian sangat luas dan berat, yakni mengganggu perkembangan kognitif, psikologi dan sosial," kata Maxi Rein Rondonuwu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dalam acara temu media secara virtual pada Selasa (1/3).

"Akibatnya, kualitas SDM menjadi rendah serta penurunan daya saing masyarakat di pangsa pasar" tambah Maxi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia lantas mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan pendengaran dengan selalu mewaspadai penyebab gangguan pendengaran.

Pasalnya, saat gangguan pendengaran terjadi, ini dapat mengganggu perkembangan kognitif, psikologi, dan sosial seseorang. Akibatnya, kualitas sumber daya manusia dan daya saing di tingkat global mengalami penurunan.

Berdasarkan data The World Report on Hearing 2021, Maxi menyebutkan 1,5 penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran, yang di antaranya sebanyak 430 juta orang memerlukan layanan rehabilitasi untuk gangguan pendengaran bilateral yang dialami.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun ikut memperkirakan sebesar 20 persen penderita gangguan dengar membutuhkan alat bantu pendengaran.

Sayangnya, alat bantu yang diproduksi hingga kini hanya bisa memenuhi sebanyak 10 persen dari kebutuhan global. Bahkan hanya memenuhi sebesar 3 persen dari kebutuhan pasien di suatu negara berkembang. Artinya, para pasien masih menghadapi keterbatasan akses pada alat tersebut.

Padahal, data Sistem Informasi Manajemen Penyandang Disabilitas Kesehatan Sosial Tahun 2019 menyebutkan sebesar tujuh persen dari penyandang disabilitas di Indonesia merupakan tuna rungu.

"Sementara prevalensi global gangguan pendengaran tingkat sedang hingga berat, meningkat seiring bertambah luasnya usia sebesar 12,7 persen pada usia 60 tahun. Lebih dari 58 persen bila pada usia 90 tahun," katanya.

Menurut dia tanpa penanggulangan yang intensif dalam era teknologi informasi yang semakin maju, jumlah orang yang akan terkena gangguan pendengaran akan meningkat.

Apalagi dengan adanya tempat bekerja yang bising, penyakit bawaan dari lahir ataupun kebiasaan baru yang muncul selama pandemi Covid-19 seperti menggunakan pengeras suara (headset).

Oleh sebab itu, ia berharap kebutuhan dari semua penderita tuli ataupun gangguan pendengaran lainnya, dapat terpenuhi dengan baik bagi pasien di Indonesia ataupun secara global.

Pihaknya turut berharap gangguan pendengaran itu dapat dicegah sejak anak lahir melalui perbaikan gizi seimbang.

"Jadi dengan perbaikan gizi, juga dengan kemajuan peningkatan derajat kesehatan. Tentu gangguan pendengaran ini sudah pasti ke depan akan bertambah karena umur harapan hidup kita semakin besar," demikian kata Maxi.

Ketua Pengurus Perhati-KL dr. Jenny mengungkapkan hal-hal yang perlu diperhatikan terkait gangguan pendengaran adalah ancaman akibat paparan bising, infeksi serta sumbatan kotoran pada telinga.

"Ini semua bisa dideteksi dan dicegah sehingga tidak bertambah berat dan kualitas pendengaran dapat terjaga dengan baik" imbuhnya.

(lna/agn)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER