Kondisi berakhirnya siklus menstruasi pada wanita, atau yang lebih dikenal dengan menopause, secara alami terjadi ketika mereka memasuki usia 45-55 tahun. Selama masa tersebut, wanita akan mengalami perubahan hormon yang berdampak pada kualitas hidup.
Dalam masa perimenopause dan postmenopause, setidaknya wanita mengalami peningkatan risiko 2 sampai 4 kali untuk mengalami depresi.
Dokter spesialis kedokteran jiwa Natalia Widiasih menjelaskan bahwa perubahan hormon yang dialami wanita dalam masa menopause menyebabkan gejala-gejala yang mengganggu produktivitas dan dapat menurunkan kualitas hidup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perempuan dalam masa menopause rentan mengalami penurunan daya berpikir atau fungsi kognitif, khususnya berupa penurunan daya ingat dan kelancaran verbal, yang berpotensi menjadi demensia di kemudian hari. Salah satu penyebabnya adalah penurunan kadar estrogen.
"Estrogen berperan dalam mediasi neurotransmitter di korteks prefrontal, yang berperan dalam fungsi eksekutif, dengan mengatur pembentukan saraf dan melindungi saraf dari kerusakan dan kematian sel," ujar Natalia dalam acara jumpa pers daring, Rabu (19/10).
Natalia menyampaikan, estrogen juga berperan dalam regulasi fungsi mitokondria dalam sintesis ATP, yaitu bentuk energi yang dibutuhkan sel.
"Penurunan kadar estrogen mengganggu pembentukan energi otak akibat disfungsi mitokondria yang diikuti dengan penurunan metabolisme otak, deposisi beta amiloid, hilangnya sinaps neuron di otak, dan kemudian menyebabkan penurunan fungsi kognitif hingga demensia," jelasnya.
Selain mengganggu kemampuan kognitif, lanjut Natalia, perubahan hormon juga mengganggu kesehatan mental wanita di masa menopause. Wanita menopause lebih rentan mengalami gangguan mood yang meliputi perasaan gelisah, sensitif, dan perubahan mood yang fluktuatif.
"Penurunan hormon estrogen memegang peranan penting dalam perubahan mood, terkait dengan fungsinya dalam regulasi sintesis dan metabolisme berbagai neurotransmitter terkait mood, seperti serotonin, dopamin, dan norepinephrine," ucap Natalia lebih lanjut.
Perubahan mood tersebut nantinya dapat berkembang menjadi lebih berat dan menyebabkan gejala kecemasan dan depresi.
![]() |
Gejala kecemasan, misalnya, ditandai dengan perasaan gelisah, panik, berkeringat, hingga sesak napas. Sementara depresi dapat ditandai dengan gejala rasa lelah, tak berenergi, gangguan tidur, konsentrasi buruk, dan perubahan berat badan.
Selain itu, proses penuaan pada fisik perempuan juga turut berkontribusi bikin wanita cemas. Proses penuaan, sebut Natalia, menimbulkan rasa tidak percaya diri dan terbentuknya pandangan negatif pada dirinya.
"Berbagai faktor lain seperti keadaan ekonomi, dukungan sosial yang rendah, kondisi medis tertentu, riwayat gangguan mental, dan kepribadian individu juga dapat berpengaruh terhadap perubahan mood," pungkasnya.
Natalia mengingatkan, hubungan dalam keluarga dan pasangan yang baik dapat membantu meringankan stres akibat menopause. Dukungan dari orang-orang terdekat membantu wanita bisa melewati fase ini.
(del/asr)