BPOM: Cemaran Etilen Glikol Obat Yarindo Sampai 100 Kali Lipat
Cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirup yang mereka buat melebihi ambang batas yang ditentukan BPOM yaitu 48 mg/ml atau 100 kali lipatnya.
Dua korporasi yang menjadi produsen obat sirup asal Indonesia, yakni PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries diduga melakukan tindak pidana.
Obat yang mereka produksi diduga menjadi biang kerok gagal ginjal akut yang telah merenggut ratusan nyawa anak Indonesia lantaran kandungan cemarannya melebihi batas
Cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirup yang mereka buat melebihi ambang batas yang ditentukan pihak BPOM. Kepala BPOM Penny Lukito menyebut cemaran kedua zat berbahaya itu bahkan mencapai 100 kali lipat dari yang ditentukan.
"Terbukti menggunakan etilen glikol 48 miligram per mililiter. Padahal syaratnya harus kurang dari 0,1 miligram. Ini kan hampir 100 kalinya," kata Penny dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Senin (31/10).
Penny menyebut penggunaan etilen glikol dan dietilen glikol memang dilarang dalam pembuatan obat. Namun jika berupa cemaran yang berasal dari propilen glikol masih diberi keringan dengan jumlah yang sangat minimal yakni 0,1 miligram saja.
Jika lebih dari itu, maka obat yang diproduksi tidak boleh digunakan. Sebab bisa membahayakan kesehatan dan menyebabkan keracunan. Hal inilah yang terjadi pada anak-anak yang terkena gagal ginjal akut, cemaran etilen glikol dan dietilen glikol yang dikonsumsi dalam obat termasuk sangat tinggi.
"Kami akan terus melakukan penelusuran. Mudah-mudahan tidak kita temukan lagi (cemaran di atas ambang batas)," kata Penny.
Bahan baku obat diubah tanpa dilaporkan
Dalam kesempatan itu, Penny juga menyinggung soal kemungkinan bahan baku obat yang diubah. Perusahaan tidak melaporkan perubahan bahan baku tersebut ke BPOM sehingga tidak terjadi pengawasan dan uji sampling bahan baku baru.
Menurut dia, sudah seharusnya setiap perusahaan farmasi melaporkan bahan baku yang digunakan. Terutama jika ada perubahan bahan setelah mereka mendapat izin produksi obat.
"Ada indikasi industri farmasi melakukan perubahan bahan baku tanpa melakukan uji sesuai standar yang ada. Kalau ada perubahan harusnya melapor ke BPOM," kata dia.
Sementara itu,
PT Yarindo Farmatama buka suara soal dugaan melakukan tindak pidana terkait kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) atau gagal ginjal akut.
Manager Bidang Hukum PT Yarindo Farmatama Vitalis Jebarus mengatakan saat ini Bareskrim Polri masih melakukan klarifikasi untuk produk flurin DMP milik perusahaan.
Ia menyebut tidak ada korban jiwa karena meminum obat flurin hasil produksi perusahaannya.
"Mabes masih tahap klarifikasi untuk produk flurin milik PT Yarindo. Sampai saat tidak ada orang yang meninggal karena minum obat flurin," ungkap Vitalis kepada CNNIndonesia.com, Senin (31/10).
"Kami berkomitmen untuk membantu BPOM, Kepolisian dan pemerintah untuk mencari dan menyelesaikan sumber masalah EG dan DEG ini. Karena kami tidak pernah membeli atau menggunakan bahan ini di dalam proses seluruh obat-obatan yang kami produksi," ujarnya.
"Kami juga sudah menyerahkan semua dokumentasi yang terkait dengan bahan baku yg dikirim oleh pemasok ke pabrik kami," imbuhnya.
(tst/chs)