Hari Raya Galungan dan Kuningan jadi hari raya yang cukup sakral bagi umat Hindu, khususnya bagi masyarakat Hindu di Bali. Ada cerita yang cukup menarik terkait Hari Raya Galungan dan Kuningan ini.
Menurut lontar Purnama Bali Dwipa, melansir berbagai sumber disebutkan bahwa Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan oleh umat Hindu di Bali pada hari purnama Kapat tepat Budha Kliwon Dungulan di tanggal 15 tahun saka 804 atau 882 Masehi.
Hari Raya Galungan sendiri sangat identik dengan kemenangan hal-hal baik atas kejahatan atau angkara murka. Tidak heran jika Hari Raya Galungan yang biasanya dirayakan enam bulan sekali sesuai kalender Bali akan digelar cukup meriah dan sakral.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cerita Hari Raya Galungan dan Kuningan sendiri bermula dari kemunculan seorang raja yang memerintah Bali bernama Raja Mayadenawa. Raja ini konon memiliki kesaktian yang luar biasa. Namun, raja ini terkenal lalim dan kejam.
Saking saktinya, kekuasaannya tidak terbatas di wilayah Bali. Dia bahkan bisa menguasai Lombok, Sumbawa, Bugis, dan Blambangan.
Raja Mayadenawa pun semakin takabur karena kesaktian yang dimilikinya. Dia merasa bukan manusia biasa, tapi seorang dewa. Dia juga melarang rakyatnya menyembah dewa lain dan menghancurkan semua pura yang biasa digunakan untuk menyembah para dewa.
Rakyat patuh karena merasa takut dengan raja lalim dan sakti tersebut. Namun, rakyat justru sengsara karena hidup dalam rasa cemas dan takut di bawah kepemimpinan Raja Mayadenawa.
Di tengah situasi menakutkan dan mencekam ini, muncul seorang pendeta bernama Sangkul Putih atau Mpu Sangkul putih. Dia merupakan Pemangku Agung di Pura Besakih.
Cerita Hari Raya Galungan dan Kuningan berlanjut ketika Mpu Sangkul putih melakukan meditasi atau tapa yoga di Pura Besakih. Dia meminta petunjuk untuk menghentikan kezaliman Raja Mayadenawa.
Lihat Juga : |
Petunjuk turun di tengah tapa yoga yang dilakukannya. Para dewa meminta agar Mpu Sangkul putih pergi ke Jambu Dwipa atau di masa kini dikenal sebagai negara India untuk meminta bantuan.
Tidak perlu waktu lama, peperangan antara para dewa dan bantuan dari India dengan Raja Mayadenawa yang lalim pun terjadi. Dalam cerita Hari Raya Galungan dan Kuningan disebutkan bahwa pihak Raja Mayadenawa mengalami kekalahan dan dibunuh oleh Dewa Indra.
Mengutip berbagai sumber, kemenangan ini kemudian disimbolkan sebagai kemenangan kebaikan melawan kejahatan yang diperingati sebagai Hari Raya Galungan. Bahkan untuk menghormati kisah leluhur ini, saat perayaan akan ada tradisi memenjor atau membuat penjor.
Penjor adalah janur yang terbuat dari bambu dengan bentuk melengkung yang melambangkan gunung tertinggi tempat para dewa. Penjor juga dihiasi berbagai hasil bumi sebagai pengingat bahwa segala kenikmatan yang didapat saat ini merupakan pemberian Tuhan.
Itulah cerita Hari Raya Galungan dan Kuningan yang patut diketahui dan dihormati.