Lamalera di Mata Andy Noya dan Kesalahpahaman soal Desa Perburuan Paus
Seorang jurnalis senior dan pembawa acara televisi, Andy F. Noya, mengaku punya kecintaan untuk berlibur ke kampung-kampung kecil di Indonesia. Belum lama ini dia mengunjungi salah satunya, sebuah kampung bernama Lamalera.
Dia membagikan pengalamannya berlibur ke Lamalera, sebuah desa nelayan di Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa ini dikenal sebagai salah satu tempat perburuan paus tradisional di dunia.
Namun, kata Andy, di balik eksotisme dan keberanian para pemburu paus, terdapat nilai-nilai budaya dan sosial yang patut dihargai dan dilestarikan.
"Lamalera itu menurut aku potensinya luar biasa, cuma karena di sana yang diekspos adalah perburuan paus, maka orang kemudian melihat Lamalera sebagai salah satu daerah yang merusak ekosistem. Padahal, kalau kita datang dan mendengar, tidak seperti itu," ungkap Andy Noya kepada CNN Indonesia, Jumat (02/03).
Andy Noya juga menjelaskan bahwa para pemburu paus di Lamalera tidak membunuh paus semuanya, melainkan hanya paus-paus tertentu yang dianggap sebagai anugerah dari Tuhan atau nenek moyang.
"Di sana kalau pun ada kelompok-kelompok ikan paus melewati daerah di Lamalera, itu bukan berarti diburu dan dibunuh semuanya. Ketika salah satu di antara paus itu menaikkan ekornya, tanda itu (menunjukkan) bukan kado yang diberikan kepada masyarakat," tuturnya.
Perburuan paus di Lamalera juga memiliki fungsi ekonomi dan sosial yang penting bagi masyarakat setempat. Daging, kulit, dan lemak paus yang didapat dari perburuan menjadi sumber makanan dan alat tukar atau barter dengan desa-desa lain.
Dengan demikian, kata dia, para pemburu paus di Lamalera pun dapat membiayai kebutuhan hidup keluarga dan pendidikan anak-anak mereka.
Namun, Andy Noya juga menyadari bahwa perburuan paus di Lamalera tidak bisa bertahan selamanya, mengingat perubahan iklim dan ancaman kepunahan paus.
Oleh karena itu, ia bersama timnya mencoba memberikan alternatif kepada masyarakat Lamalera, khususnya kaum perempuan, untuk mengembangkan potensi lain yang bisa menghasilkan uang, seperti menganyam.
Andy Noya dan timnya mendirikan rumah kolaborasi di Lamalera, tempat para perempuan bisa belajar dan berkreasi dengan menganyam berbagai produk, seperti tas, dompet, tikar, dan lain-lain.
Rumah kolaborasi ini mendapat dukungan dari masyarakat lokal, termasuk pastor yang menjadi salah satu figur yang dihormati di Desa Lamalera.
Ia berharap dengan adanya rumah kolaborasi ini, masyarakat Lamalera bisa memiliki pilihan dan peluang yang lebih luas untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, tanpa meninggalkan kearifan lokal yang sudah ada.
(anm/wiw)