Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI masih menemukan sejumlah takjil dengan bahan berbahaya. Tak main-main, senyawa berbahaya itu bahkan ditemukan berpotensi memicu kanker.
Dari 9.262 sampel takjil yang diuji oleh BPOM, sebanyak 1,10 persen di antaranya mengandung bahan berbahaya.
"Pelanggaran yang ditemukan itu masih ada takjil yang menggunakan bahan seperti formalin, boraks, hingga rhodamin," ujar Plt Kepala BPOM RI Lucia Rizka Andalusia di Jakarta Pusat, Senin (1/4), mengutip detikhealth.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari seluruhnya, 48,04 persen mengandung formalin, 25,49 persen mengandung rhodamin, 27,45 persen mengandung boraks, dan 0,98 persen mengandung bahan kuning metanil.
Formalin, misalnya, kerap ditemukan pada produk mi kuning dan tahu. Sementara rhodamin banyak ditemukan pada cendol dan mutiara atau pacar China.
Selanjutnya boraks yang ditemukan pada jajanan cilok dan otak-otak. Terakhir adalah kuning metanil yang ditemukan pada tahu berwarna kuning sedikit oranye.
"Bahayanya bermacam-macam, mulai dari ringan hingga berat," ujar Rizka.
Dalam skala ringan, kandungan berbahaya itu bisa memicu pusing, mual, dan muntah. Sementara dalam jangka panjang, kandungan-kandungan di atas bisa memicu pertumbuhan sel kanker karena bersifat karsinogen.
![]() |
Masyarakat diimbau untuk menghindari beberapa takjil dengan ciri-ciri tertentu. Hal ini dilakukan demi mencegah efek buruk jangka panjang dari konsumsi takjil.
Plt Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM RI Ema Setyawati mengatakan, salah satunya adalah hindari takjil yang bisa awet dalam waktu lebih lama dari umumnya. Durasi ketahanan makanan yang lama bisa menandakan keberadaan formalin di dalamnya.
Selain itu, perhatikan juga makanan yang sangat terbebas dari lalat. Makanan yang mengandung formalin umumnya tak akan mengundang lalat untuk hinggap.
"Jadi, lalat saja punya 'sinyal' tu tidak bisa dihinggapi," ujar Ema.
Lalu, perhatikan juga warna makanan atau minuman. Jika warna makanan atau minuman terlihat mencolok, maka Anda perlu waspada.
Yang terakhir adalah memperhatikan tingkat kekenyalan makanan. Jika kekenyalan dianggap tidak masuk akal, maka bisa jadi makanan tersebut mengandung boraks.
"Selain itu, boraks untuk pengenyal. Itu juga kadang dipakai di kerupuk agar susah melempem," ujar Ema menjelaskan.