Gara-gara Cuaca Ekstrem Dunia, Banyak Wisatawan Batalkan Liburan

CNN Indonesia
Minggu, 10 Nov 2024 10:20 WIB
Ilustrasi cuaca ekstrem. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Akhir-akhir ini dunia banyak diramaikan dengan berita-berita menyedihkan soal iklim dan cuaca ekstrem atau yang mulai tidak bersahabat.

Berita terkini tentang badai di Spanyol, Eropa Tengah, Florida, Amerika Serikat atau gelombang panas yang melanda Yunani dan Portugal menjadi suatu bukti bahwa dunia sedang menghadapi cuaca ekstrem yang berdampak sangat serius.

Apa sebenarnya cuaca ekstrem itu? Cuaca ekstrem dapat mencakup fenomena apa saja, mulai dari kebakaran hutan dan suhu tinggi, hingga banjir bandang-yang baru-baru ini dialami oleh Spanyol.

Semua bencana itu merupakan konsekuensi langsung dari perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia, melansir Time Out.

Pada tahun ini saja, sebanyak 370 ribu hektar hutan telah hancur akibat kebakaran hutan, dan tercatat bahwa musim panas tahun 2024 ialah yang terpanas hingga berdampak pada 2 juta orang, menurut Badan Lingkungan Hidup Eropa.

Hal tersebut merupakan kenyataan yang mengkhawatirkan tentang kondisi planet kita, satwa-satwa liar yang kita cintai, dan pemandangan alam menakjubkan di sekitar kita.

Bukan tak mungkin keadaan ini juga akan berdampak pada industri pariwisata, bahkan bisa saja lebih cepat dari yang diantisipasi.

Acara perjalanan dan pariwisata internasional yang diadakan di London, World Travel Market, baru saja merilis Laporan Perjalanan Globalnya, dan laporan tersebut mengungkapkan bahwa selama setahun terakhir, sebanyak 29% wisatawan menghindari perjalanan karena cuaca buruk.

Hal tersebut khususnya terjadi di kalangan Gen Z. Sebanyak 43% masyarakat berusia antara 18 sampai 34 tahun telah mempertimbangkan kembali rencana liburan mereka.

Untuk melihat dampak cuaca ekstrem yang sudah terjadi, mari kita bahas mengenai "outdoor days" (hari-hari di luar ruangan).

Istilah tersebut berasal dari sebuah studi yang dilakukan oleh Massachusetts Institute Technology (MIT), yang merujuk pada hari-hari ketika kita nyaman beraktivitas di luar ruangan.

Global Travel Report memublikasikan beberapa statistik untuk mengukur dampak perubahan iklim pada tahun 2100 mendatang. Berdasarkan studi tersebut, Thailand akan kehilangan 55 hari yang nyaman di luar ruangan (hampir selama 9 minggu) dan Kanada akan memperoleh 23 hari.

Jadi, apa yang kita bisa lakukan? Menurut Tourism Economics, hanya 53% wisatawan yang mengatakan mereka berusaha meminimalkan jejak karbon dari perjalanan mereka.

Namun, platform seperti Booking.com, menyatakan bahwa 74% wisatawan pada tahun 2023 menginginkan wisata yang lebih berkelanjutan.

Meski begitu, isu "green-washing" (taktik pemasaran yang digunakan perusahaan untuk membuat citra ramah lingkungan yang sebenarnya untuk meningkatkan penjualan), seringkali menimbulkan perasaan tak percaya di kalangan wisatawan.

Ini merupakan kabar yang suram dan menyedihkan, tetapi ada banyak sekali cara untuk kita menghasilkan lebih banyak kebaikan daripada kerusakan pada planet ini ketika bepergian.

Salah satunya dengan menjadi wisatawan yang lebih berkelanjutan dan saling menyadarkan satu sama lain mengenai bahayanya eksploitasi alam.

(aur/wiw)


Saksikan Video di Bawah Ini:

VIDEO: Pemanasan Global Dari Sepiring Makan

KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK