Ketua DPR RI, Puan Maharani, mendorong dilakukannya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dalam pendidikan kedokteran, termasuk Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Seruan ini diutarakan pasca mencuatnya kasus kekerasan seksual yang melibatkan dokter PPDS di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung.
Melansir dari laman Emedia DPR RI, ia mengatakan bahwa insiden tersebut menjadi peringatan keras bagi dunia medis di Indonesia dan menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan pendidikan kedokteran. Dia pun mempertanyakan efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh institusi-institusi terkait.
"Bagaimana sistem pengawasannya, baik dari kampus, rumah sakit, dan lembaga lain dalam program pendidikan kedokteran ini sampai bisa terjadi peristiwa yang sangat memukul dunia medis kita," ujarnya dalam pernyataan tertulis kepada Parlementaria, Kamis (10/4).
Prioritaskan Perlindungan Korban
Puan menekankan pentingnya peran negara dalam memberikan perlindungan kepada korban kekerasan seksual. Ia menyatakan bahwa pendampingan psikologis dan hukum bagi korban dan keluarganya harus menjadi fokus utama dalam penanganan kasus ini.
"Perlindungan dan dampingan bagi para korban harus menjadi prioritas utama. Mulai dari pendampingan sosial dan psikologi, sampai pendampingan hukum. Penanganan kasus ini harus berpihak pada korban," kata dia.
Dirinya juga mengingatkan bahwa dunia pendidikan, terutama dalam bidang profesi kedokteran, tidak cukup hanya mengedepankan aspek teknis. Ia menyerukan adanya pembenahan sistem secara menyeluruh oleh seluruh pihak yang terlibat.
"Sudah saatnya kita membangun sistem pendidikan dan layanan kesehatan yang tidak hanya menekankan profesionalisme teknis, tetapi juga menjunjung tinggi integritas, empati, dan rasa aman bagi semua golongan," tegasnya.
DPR RI Kawal Penanganan Kasus
Sebagai pimpinan lembaga legislatif, Puan memastikan bahwa DPR RI akan menjalankan fungsi pengawasannya terhadap proses penanganan kasus ini. Ia juga mendesak Kementerian Kesehatan dan institusi pendidikan terkait untuk mengevaluasi sistem pelaporan kekerasan seksual di lingkungan akademik dan rumah sakit pendidikan.
"Kita tidak akan membiarkan kekerasan seksual menjadi bayangan gelap dalam dunia pendidikan dan pelayanan publik. Negara harus hadir membela korban, menegakkan hukum, dan menjamin ruang aman bagi seluruh warga negara, terutama untuk perempuan dan anak-anak,"pungkas dia.
Diharapkan, keterlibatan aktif pemerintah, lembaga legislatif, institusi pendidikan, serta masyarakat sipil dapat menciptakan sistem pengawasan yang lebih ketat dan responsif terhadap berbagai bentuk pelanggaran, khususnya kekerasan seksual.
Melalui langkah kolaboratif ini, diharapkan dunia medis Indonesia tidak hanya unggul secara kompetensi, tetapi juga menjadi ruang yang aman, etis, dan berintegritas tinggi.
(adv/adv)