Pada ajang Paris Haute Couture Week terbaru, desainer asal Jepang Yuima Nakazato kembali menunjukkan kekuatan naratif dan meditatif dalam mode melalui koleksi terbarunya bertajuk 'Glacier'.
Berlokasi di Palais de Tokyo, Yuima Nakazato menampilkan koleksi yang terinspirasi oleh asal mula pakaian sebagai pelindung tubuh manusia dari alam yang ekstrem.
Nakazato mengajak untuk merenungi makna terdalam dari berpakaian, yang bukan sekadar elemen estetika, melainkan juga sebuah kebutuhan mendasar manusia untuk bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses kreatif koleksi ini dimulai dari ekspedisi artistik ke Laplandia, Finlandia Utara, wilayah beku yang menjadi simbol kondisi ekstrem dan kerapuhan manusia saat berada tanpa perlindungan.
Nakazato menggelar pemotretan telanjang di alam terbuka bersuhu ekstrem. Setiap jepretan hanya berdurasi sekitar tiga menit, menekankan betapa gentingnya kontras antara tubuh manusia yang rentan dengan dunia es yang sangat dingin.
Bersama penari kontemporer Evgeny Ganeev yang terlentang di lantai, dengan segulung kain yang menyelimutinya, Nakazato membuka pertunjukan dengan melakukan sebuah performance art.
Ia mengguyur sang penari dengan tinta hitam yang menggambarkan betapa kotornya dunia akibat batu bara. Refleksi ini kemudian diwujudkan dalam karya-karya couture yang oleh Nakazato disebut sebagai fragile armour, atau "zirah rapuh".
Gaun-gaun yang tersusun dari ribuan potongan keramik, yang membutuhkan ribuan jam pengerjaan, terlihat seperti pelindung, namun tidak dimaksudkan untuk bertempur.
Justru sebaliknya, gaun-gaun ini dirancang untuk bisa pecah, retak, bahkan hancur, sebagaimana es yang menjadi inspirasi utama koleksi ini.
"Keramik mudah pecah dan menggambarkan pelindung yang sangat sensitif. Es juga merupakan metafora untuk pelindung yang sensitif, jadi ini tumpang tindih. Ini seperti situasi perang, situasi yang sangat sulit saat ini. Ini semacam pesan kepada dunia", jelasnya kepada CNNIndonesia.com seusai pertunjukan pada Rabu (9/7).
![]() |
Tambahan baru dalam koleksi ini adalah topeng keramik yang menutupi wajah, yang menjadi sebuah simbol perlindungan dalam dunia modern yang penuh dengan AI, surveilence, dan teknologi pengenalan wajah.
Konsep perlawanan sunyi terhadap dunia modern juga diwujudkan melalui rajutan tangan yang tak biasa, yaitu rantai logam yang dirajut dengan benang mohair. Kombinasi ini menyatukan dua dunia yang kontras, yakni metal yang kuat dan femininya rajutan tangan.
Yuima Nakazato menyebut teknik ini sebagai simbol "perlawanan tenang namun tegas terhadap situasi dunia saat ini".
"Kain organdi berbahan silika yang saya cetak ini berasal dari foto yang saya ambil di Finlandia. Setiap lapisan kain dicetak dengan pola yang berbeda. Sebenarnya, pola tersebut berasal dari busana yang sama, namun ketika dilihat, terlihat seperti mencair-seolah-olah pakaian-pakaian itu meleleh dan menyatu, membentuk siluet yang berubah-ubah", terangnya.
Secara visual, koleksi 'Glacier' menghadirkan siluet dramatis namun penuh detail subtil. Warna-warna pucat khas es seperti putih, abu, biru muda dipadukan dengan tekstur yang menyerupai permukaan beku dan retakan halus.
![]() |
Sebagai satu-satunya desainer Jepang yang diundang resmi ke Paris Haute Couture Week sejak 2016, Yuima Nakazato telah lama dikenal dengan pendekatan multidisipliner yang menyatukan seni pertunjukan, teknologi, dan keberlanjutan.
Selain karyanya di runway, ia aktif dalam proyek edukasi dan sosial seperti Fashion Frontier Program, yang mendorong tanggung jawab sosial dalam desain mode.
"Konsep ini mencerminkan transformasi, karena es pun mengalami perubahan bentuk tergantung pada suhu. Begitu pula dengan busana ini. Mereka turut berubah layaknya es yang mencair", ujarnya lebih lanjut.
Saat berbicara tentang transformasi, menurutnya bumi saat ini sedang 'terbakar'. Perubahan suhu yang ekstrem tidak hanya memengaruhi alam.
"Sebuah refleksi melalui koleksi ini", tutupnya.
Dengan Glacier, Yuima Nakazato menjadikan couture sebagai ruang refleksi mendalam tentang kemanusiaan, lingkungan, dan eksistensi. Sebuah karya kontemporer meditatif yang memiliki makna dan renungan.
(fas/els)