Alfatur Devaki: Anak Muda Krisis Literasi Keuangan dan Orientasi Hidup

Advertorial | CNN Indonesia
Sabtu, 26 Jul 2025 00:00 WIB
Di era media sosial, standar kesuksesan sering kali diukur dari gaya hidup. Banyak anak muda tergoda membeli sesuatu yang sejatinya belum mampu mereka beli
Jakarta, CNN Indonesia --

Di era media sosial, standar kesuksesan sering kali diukur dari gaya hidup. Banyak anak muda tergoda membeli sesuatu yang sejatinya belum mampu mereka beli, berinvestasi tanpa pemahaman, bahkan terjerat utang demi memenuhi standar yang ditentukan orang lain.

Fenomena ini bukan hanya soal konsumtif, tapi mencerminkan krisis orientasi hidup dan rendahnya literasi finansial. Alfatur Devaki, pendiri portal finansial Invesnesia, menilai, salah satu akar persoalan finansial generasi muda adalah menjadikan uang atau kekayaan sebagai tujuan hidup.

"Kalau uang jadi tujuan utama, kita akan selalu merasa gagal. Karena seberapa pun yang kita punya, pasti ada yang lebih kaya. Kita akan terus merasa kurang, terkejar, dan kelelahan secara mental," jelas Alfatur dalam keterangan tertulisnya.

Menurutnya, literasi keuangan yang rendah membuat banyak orang mudah percaya pada influencer, figur publik, atau konten viral di media sosial yang belum tentu punya pemahaman finansial yang benar.

"Mereka ikut investasi ini itu hanya karena melihat orang lain cuan. Padahal belum paham risikonya. Akhirnya jadi korban investasi bodong atau spekulasi liar," ungkap Alfatur.

Ia juga mengungkapkan bahwa banyak masyarakat kelas menengah hidup dari gaji ke gaji, tanpa menyadari pentingnya membangun sumber penghasilan tambahan.

"Ketika hanya bergantung pada satu pemasukan, kita mudah panik saat ada krisis. Padahal sekarang banyak cara membangun revenue stream lain, mulai dari keterampilan digital, freelance, jual produk, sampai bisnis kecil-kecilan," ujarnya.

Selain itu, mentalitas cepat kaya juga menjadi jebakan besar. Alfatur menjelaskan, secara psikologis, keinginan instan muncul karena kombinasi kecemasan dan keinginan pengakuan sosial. Mereka ingin terlihat berhasil sekarang juga, tanpa proses panjang.

"Masalahnya, keinginan yang tidak diimbangi kontrol diri justru membuat mereka mengambil jalan pintas. Kredit konsumtif, pinjaman online, hingga masuk investasi berisiko tinggi. Padahal, kunci kekuatan finansial adalah kesabaran dan disiplin, bukan kecepatan," tutur Alfatur.

Lebih jauh Alfatur menilai banyak orang terjebak bukan karena kurang uang, tetapi karena tidak punya arah hidup yang jelas. Mereka hidup berdasarkan opini orang lain: harus punya rumah usia 30, harus punya uang Rp1 M, harus punya aset kripto, saham, dan lainnya.

"Kalau tidak punya orientasi hidup yang kuat, maka standar hidup kita akan ditentukan orang lain. Akhirnya, kita jadi hamba dari ilusi sukses versi media sosial," ujarnya.

Sebagai refleksi pribadi, Alfatur menyatakan bahwa uang hanyalah alat, bukan tujuan. Hidup baginya harus diarahkan kepada sesuatu yang abadi.

"Saya pribadi tidak ingin orientasi hidup saya pada uang, materi, atau sesuatu yang fana. Semua itu hanyalah kendaraan. Arahkanlah hidup pada sesuatu yang kekal dan abadi. Bagi saya, itu berarti mendekat pada Allah SWT, Sang Pencipta," kata dia.

Melalui Invesnesia, Alfatur membangun misi untuk meningkatkan literasi finansial masyarakat Indonesia, terutama generasi muda. Invesnesia.com menyediakan edukasi keuangan dan investasi yang bisa diakses gratis dan independen.

"Kami ingin membantu orang-orang memahami bahwa literasi keuangan bukan hanya soal uang, tapi soal hidup. Tentang bagaimana kita memaknai, mengelola, dan mengarahkan uang untuk mendukung tujuan hidup yang lebih tinggi," tutupnya.

(adv/adv)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER