Tenun Batak kini tak hanya hadir di panggung-panggung budaya. Kini, ia melangkah lebih jauh, masuk ke ranah fesyen kontemporer berkat kolaborasi antara Tobatenun dan lima desainer kenamaan Indonesia dalam program bertajuk UGARI.
Memasuki tahun ketujuh perjalanannya, Tobatenun menandai tonggak penting lewat UGARI, sebuah kata dalam bahasa Batak Toba yang berarti 'budaya'.
UGARI bukan hanya perayaan atas pencapaian, tapi juga pernyataan visi, merevitalisasi warisan budaya Batak melalui pendekatan kreatif yang segar dan lintas disiplin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam program ini, Tobatenun menggandeng lima desainer dan label mode kenamaan Indonesia. Mulai dari AMOTSYAMSURIMUDA, Carmel Boutique, Danjyo Hiyoji, Qanagara, dan Eridani mengeksplorasi ulang keindahan dan kompleksitas tenun Batak.
Kolaborasi ini menjadi titik temu antara tradisi dan modernitas, sekaligus ajakan untuk melihat tenun sebagai bahasa ekspresi yang terus berkembang.
Melalui koleksi kapsul bertajuk 'FUGA: Sae Torus, Sae Jadi', AMOTSYAMSURIMUDA menyajikan potongan busana pria yang mengedepankan siluet struktural dari sisa tenun Ulos. Koleksi ini merepresentasikan semangat pelarian dari bentuk konvensional menuju ekspresi kontemporer, namun tetap menghormati akar tradisi.
Nama koleksi ini sendiri diambil dari peribahasa Batak yang berarti 'kalau dibuat dengan baik, hasilnya pun akan baik', jadi cerminan filosofi desain yang tajam dan penuh makna.
![]() |
Carmel Boutique menyuguhkan narasi yang lebih puitis dan intim melalui koleksi Luruh Dalam Tenun. Koleksi ini memaknai tenun sebagai warisan yang dikenakan, bukan sekadar dilihat.
Busana-busana dalam koleksi ini merayakan kehadiran perempuan yang kuat tanpa perlu banyak suara, mewakili kelembutan yang membumi dan kekuatan yang diam-diam membentuk dunia.
Dengan gaya khasnya yang energik dan berani, Danjyo Hiyoji melahirkan Laras Muda 2025, sebuah koleksi mini yang menyatukan semangat muda dengan budaya.
Terinspirasi dari kain sisa pelatihan Partonun (perajin tenun) Tobatenun, koleksi ini tampil dalam bentuk busana patchwork berpotongan playful, siluet oversized, serta sentuhan warna-warna alami seperti biru langit, jingga bata, dan hijau daun.
Sebuah ajakan bagi generasi muda untuk mencintai tenun dengan cara mereka sendiri.
Melalui koleksi Tanatoba, Eridani memberikan penghormatan pada karakter kuat Tenun Batak. Desainer ini dikenal atas eksplorasinya terhadap wastra. Kali ini, ia menggunakan teknik cutting, draping, serta dekonstruksi untuk menghasilkan siluet modern namun subtil.
Ulos Sadum, Hiou Simakatakat, dan Tenun dari Samosir diolah menjadi busana dengan garis desain bersih namun tetap membawa aura warisan leluhur.
Koleksi Nataradja dari Qanagara mengangkat sisi lembut dan mengalir wastra Batak, terinspirasi oleh nuansa musim panas di Pulau Toba. Dengan gaya bohemian yang anggun dan nuansa retro tahun 1970-an, koleksi ini memadukan celana lebar, luaran ringan, dan warna-warna bumi dengan aksen cerah.
Setiap potongan merefleksikan semangat bebas dan puitis, sekaligus menjadi penafsir ulang tenun dalam gaya hidup modern.
Tak hanya sekadar ajang kolaborasi, UGARI juga memperkenalkan Tobatenun Studio & Gallery yang kini hadir dengan wajah baru di Sopo Del Tower, Jakarta. Studio ini menjadi wadah eksplorasi kreatif sekaligus pusat edukasi dan pelestarian tenun Batak, baik dari sisi teknik maupun filosofinya.
Lebih dari sekadar kain, tenun Batak, terutama Ulos Ragi Idup, merupakan representasi kehidupan paripurna dalam budaya Batak. Dengan teknik kompleks seperti mandatar, gatip, jungkit, hingga mangarapot, kain ini tak hanya memikat secara visual, tapi juga menyimpan nilai spiritual dan sosial yang dalam.
Melalui UGARI, Tobatenun mengajak publik untuk melihat tenun bukan sebagai benda mati, tapi sebagai karya hidup yang terus bertumbuh, dikerjakan oleh banyak tangan, dijiwai oleh sejarah, dan kini bergerak menuju masa depan bersama para pelaku kreatif lintas generasi.
(tis/asr)