Olahraga dikenal sebagai kunci hidup sehat, tapi bukan berarti tubuh harus terus bergerak tanpa henti. Jika dilakukan terlalu sering tanpa memberi waktu istirahat yang cukup, tubuh justru bisa 'memberontak' dan menimbulkan kondisi yang disebut overtraining syndrome.
Dokter spesialis olahraga di Eka Hospital BSD Maria Lestari menjelaskan bahwa overtraining syndrome terjadi saat intensitas latihan terlalu tinggi dan tubuh tidak mendapatkan waktu pemulihan (recovery) yang memadai.
"Olahraga yang terlalu sering tanpa recovery cukup bisa mengarah ke overtraining syndrome. Tandanya, performa menurun, mudah lelah, tidur terganggu, nyeri otot atau sendi yang menetap, bahkan gangguan mood," jelas Maria saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui telepon, Selasa (12/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, prinsip dasar latihan adalah memberi stres pada tubuh agar beradaptasi dan menjadi lebih kuat. Namun, jika setiap hari berolahraga intensitas tinggi tanpa jeda, tubuh tidak sempat beradaptasi. Akibatnya, risiko cedera dan burnout pun meningkat.
Kata Maria, tubuh yang sehat dan bugar tak melulu didapat dengan berolahraga setiap hari dan sepanjang waktu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan orang dewasa berolahraga 150-300 menit per minggu dengan intensitas sedang atau 70-150 menit per minggu dengan intensitas berat.
"Bagi atlet atau pelari rutin, porsi latihan bisa lebih banyak, tetapi harus tetap ada variasi intensitas," kata dia.
Maria mengingatkan bahwa dalam olahraga ada prinsip 'hard days hard, easy days easy'. Artinya, hari dengan latihan berat harus diimbangi hari latihan ringan. Minimal, sisihkan 1-2 hari untuk istirahat atau active recovery setiap minggu.
Menariknya, sebagian orang justru merasa tubuhnya sakit atau tidak nyaman ketika tiba-tiba berhenti berolahraga. Menurut Maria, ada dua kemungkinan penyebabnya.
![]() |
Pertama adalah withdrawal symptoms ringan yang bisa memicu rasa sakit di bagian tubuh tertentu saat berhenti berolahraga. Hal ini terjadi karena hormon endorfin dan dopamin yang biasanya dilepaskan saat olahraga mendadak turun.
Kedua adalah stiffness atau kekakuan akibat otot dan sendi yang tidak digunakan seperti biasanya. Kondisi ini bisa memicu rasa sakit dan pegal.
Untuk itu, Anda disarankan tetap bergerak ringan saat tidak berolahraga.
"Kalau harus break, tetap lakukan aktivitas ringan seperti jalan santai atau stretching untuk transisi, agar tubuh tidak kaget," kata dia.
"Pada akhirnya, olahraga memang penting, tapi pemulihan sama pentingnya. Memberi tubuh waktu untuk beristirahat bukan berarti malas. Justru inilah cara bijak menjaga performa dan kesehatan jangka panjang," tutup Maria.