Mom shaming atau perilaku mengkritik dan merendahkan ibu atas pilihan atau caranya merawat anak masih menjadi masalah sosial yang kerap terjadi di sekitar kita.
Studi terbaru yang dilakukan Health Collaborative Center (HCC) menemukan, kelompok yang paling banyak mengalami mom shaming adalah para ibu menyusui.
Ray Wagiu Basrowi, peneliti utama sekaligus pendiri HCC, mengungkapkan bahwa menyusui menjadi indikator utama yang memicu mom shaming. Bentuknya bisa beragam, mulai dari komentar negatif saat ASI tidak keluar, tudingan bahwa ibu tidak cukup baik jika tidak memberi ASI eksklusif, hingga anggapan bahwa menyusui di tempat umum adalah perilaku yang tidak pantas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal, menyusui adalah aktivitas alami, sehat, dan penuh perjuangan, bukan sesuatu yang memalukan atau tabu," tegas Ray dalam temu media di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (8/8).
Menurutnya, tekanan sosial seperti ini dapat berdampak pada kesehatan mental ibu, menurunkan rasa percaya diri, bahkan memengaruhi keberhasilan menyusui.
"Jika kita gagal menormalkan menyusui di ruang publik, maka kita gagal memahami makna paling dasar dari keadilan sosial dan kesehatan ibu-anak," tambahnya.
Di sisi lain, studi ini juga menemukan fakta positif. Ketika ibu menyusui didampingi oleh pasangan, mayoritas responden menggambarkan momen tersebut sebagai hangat, penuh cinta, dan membahagiakan.
Kehadiran pasangan tidak hanya membantu secara fisik, tetapi juga memberi rasa aman dan dukungan emosional yang sangat dibutuhkan ibu di masa awal menyusui.
Temuan ini memperkuat hasil studi HCC sebelumnya, yang menyebut dukungan pasangan dan lingkar terdekat (inner circle) menjadi pendorong paling efektif dalam keberhasilan menyusui, terutama bagi ibu pekerja.
Ray menekankan, dukungan terhadap ibu menyusui seharusnya menjadi tanggung jawab bersama. Ia menyerukan perlunya penajaman kebijakan ruang publik yang ramah ibu menyusui, kampanye edukasi nasional untuk melawan stigma visual, serta kolaborasi lintas sektor untuk membangun ruang sosial yang lebih inklusif bagi ibu dan anak.
"Menormalisasi menyusui di ruang publik bukan hanya soal hak ibu, tapi juga bagian dari memastikan generasi penerus tumbuh sehat. Semua pihak punya peran," tutup Ray.
(tis/asr)