Rabu Wekasan atau Rebo Wekasan diyakini sebagai hari yang penuh potensi bahaya dan musibah. Selain memperbanyak berdoa dan beramal, orang disarankan untuk menghindari sejumlah pantangan. Rabu Wekasan tidak boleh apa saja?
Rebo Wekasan sendiri berlangsung pada Rabu terakhir bulan Safar. Tahun ini, Rebo Wekasan jatuh pada 20 Agustus.
Bagi sebagian kaum Muslim, khususnya di Jawa, Rebo Wekasan diyakini sebagai hari yang penuh bala. Oleh karenaya, ada amalan yang dijalankan sekaligus pantangan yang dihindari untuk memohon perlindungan Allah SWT dari marabahaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menolak bala, mereka melaksanakan doa bersama, selamatan, hingga membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Namun, di samping itu terdapat larangan yang sebaiknya dipatuhi. Apa saja?
Salah satu pantangan yang banyak dibicarakan adalah larangan keluar rumah selama Rebo Wekasan. Makanya, banyak orang memilih untuk tetap di rumah karena diyakini keluar tanpa keperluan mendesak bisa meningkatkan risiko terkena musibah.
Bepergian jarak jauh pada hari Rebo Wekasan dianggap berisiko, sehingga sebagian masyarakat menundanya ke hari lain.
Aktivitas seperti memanjat, menggunakan alat tajam, atau pekerjaan berisiko tinggi dihindari agar tidak mengundang kecelakaan.
Pernikahan, khitanan, atau acara penting lain dipercaya kurang baik bila digelar saat Rebo Wekasan.
Memulai proyek, bisnis, atau membuat keputusan penting diyakini membawa kesialan jika dilakukan pada hari ini.
Pantangan-pantangan tersebut bukan semata larangan tanpa alasan. Masyarakat menjadikannya bagian dari ikhtiar untuk lebih banyak berdoa, mendekatkan diri pada Tuhan, dan mengurangi kegiatan yang berisiko.
Lihat Juga : |
Dengan begitu, Rebo Wekasan tidak hanya dimaknai sebagai hari penuh malapetaka, tetapi juga sebagai momentum untuk memperbanyak ibadah dan introspeksi diri.
Dengan demikian, saat membicarakan Rabu Wekasan tidak boleh apa saja, jawabannya adalah sejumlah pantangan yang telah diyakini masyarakat secara turun-temurun. Namun, yang terpenting adalah menjaga keseimbangan antara tradisi dan ajaran agama, agar keyakinan tetap berada dalam koridor syariat Islam.
(tis/els)