Diet Gagal Lagi? Ini Alasan Berat Badan Susah Turun
Menurunkan berat badan sering kali dianggap mudah, makan lebih sedikit, olahraga lebih banyak. Namun, kenyataannya perjalanan itu tidak sesederhana rumus hitungan kalori.
Banyak orang mengalami progres lambat, berat badan stagnan, atau bahkan naik kembali setelah sempat turun. Jika Anda pernah merasakan hal ini, Anda tidak sendirian dan itu bukan semata-mata kesalahan Anda.
Menurut Jennah Siwak, dokter spesialis obesitas, alasan utama menurunkan berat badan terasa begitu sulit berakar dari biologi, genetik, lingkungan, hingga cara otak kita bekerja.
"Banyak perilaku makan terjadi di luar kesadaran kita. Tidak ada yang bangun di pagi hari dengan niat ingin merusak kesehatan lewat makan berlebihan," jelasnya mengutip dari Healthline.
Berikut ini beberapa alasan kenapa berat badan terasa semakin sulit diturunkan:
1. Otak dirancang untuk melawan penurunan berat badan
Tubuh manusia memiliki sistem pertahanan alami terhadap penurunan berat badan. Saat lemak tubuh berkurang, hormon leptin ikut turun, memberi sinyal pada otak bahwa kita sedang "kelaparan". Akibatnya, rasa lapar meningkat, muncul keinginan mengudap, sementara metabolisme justru melambat.
2. Faktor genetik punya peran besar
Mengapa ada orang yang bisa makan banyak tanpa mudah gemuk, sementara yang lain harus sangat berhati-hati? Jawabannya bisa jadi ada pada genetik. Penelitian menunjukkan 40-70 persen indeks massa tubuh (BMI) ditentukan oleh faktor gen. Meski begitu, lingkungan dan gaya hidup tetap berperan.
3. Metabolisme ikut melambat
Salah satu hal paling menjengkelkan saat menurunkan berat badan adalah semakin lama semakin sulit. Ini disebabkan oleh fenomena metabolic adaptation, yakni tubuh menurunkan laju pembakaran energi agar tidak kehilangan lebih banyak berat. Jadi, meski pola makan sama, kalori yang dibakar semakin sedikit.
4. Stres, tidur, dan emosi ikut memengaruhi
Kondisi mental dan fisik juga memegang peranan penting. Stres kronis bisa memicu emotional eating, sementara kurang tidur membuat hormon pengatur nafsu makan (ghrelin dan leptin) jadi kacau.
Saat lelah atau tertekan, impulsivitas meningkat. Otak sulit menolak makanan tinggi gula atau lemak.
5. Lingkungan dan faktor medis
Tantangan lain datang dari lingkungan. Pekerja shift malam, misalnya, sering mengalami gangguan ritme sirkadian yang memengaruhi metabolisme. Di sisi lain, keterbatasan akses ke makanan sehat di beberapa wilayah membuat pilihan jatuh pada makanan instan berkalori tinggi.
Tak hanya itu, beberapa obat juga bisa memicu kenaikan berat badan, seperti antidepresan, stabilisator mood, obat diabetes, hingga steroid. Meski demikian, Siwak menekankan agar pasien tidak menghentikan obat tanpa arahan dokter.
(tis/tis)