Tren Wisata Hantu Mulai Jadi Favorit Turis yang Datang ke Jepang
Jepang adalah salah satu destinasi wisata paling populer di dunia. Ada banyak alasan mengunjungi Jepang dari mulai makanan, kebudayaan, sejarah, anime, atau pemandangan yang indah.
Namun, sebuah tren baru yang aneh dan dikenal sebagai "pariwisata hantu" mulai menyebar di kalangan wisatawan yang datang ke Negeri Matahari Terbit.
Tren ini lahir dari kekayaan spiritual dan kepercayaan kuno Jepang terhadap roh dan legenda. Agama Shinto meyakini bahwa segala sesuatu memiliki roh. Saat seseorang meninggal, rohnya tetap berada di bumi.
Jika seseorang meninggal dengan penyesalan atau mengalami akhir yang tragis, roh mereka yang penuh kesedihan akan tetap tinggal di lokasi kematian. Meskipun terdengar menyeramkan, konsep ini telah menjadi bagian dari budaya, bahkan muncul dalam manga, film, dan video game.
Ide pariwisata hantu bukanlah hal baru di Jepang. Sejak periode Edo, orang-orang tertarik mengunjungi kuil karena cerita-cerita supernatural yang populer. Ketika Jepang membuka diri terhadap dunia Barat dan mengalami industrialisasi, cerita hantu pun ikut berevolusi, berpindah ke rel kereta api dan bangunan-bangunan baru.
Setelah Perang Dunia II, pariwisata hantu meledak dan terus berkembang secara budaya. Sekarang, Anda bahkan dapat menemukan tur hantu di kota-kota besar seperti Osaka dan Tokyo, yang mengisahkan peristiwa-peristiwa mengerikan yang pernah terjadi di sana.
Seperti dilansir Far Out Magazine, beberapa tempat paling berhantu yang sering dikunjungi termasuk Hutan Memorial di Prefektur Iwate, yang merupakan lokasi kecelakaan pesawat All Nippon Airways Penerbangan 58.
Ada juga Hutan Aokigahara, yang terkenal sebagai 'Hutan Bunuh Diri' dan muncul dalam banyak karya fiksi serta video kontroversial Logan Paul.
Kini, pertumbuhan pariwisata hantu berbarengan dengan kondisi ekonomi Jepang yang juga berdampak pada pasar propertinya. Ada stigma kuat di masyarakat terhadap properti yang memiliki riwayat kematian, baik karena bunuh diri maupun pembunuhan.
Agen real estate diwajibkan untuk secara terbuka mencantumkan setiap peristiwa tragis yang terjadi di properti tersebut selama minimal tiga tahun setelah kematian.
Rumah-rumah ini dikenal sebagai Wake-Ari Bukken, yang secara kasar diterjemahkan menjadi "properti bermasalah". Harganya bisa didiskon hingga 20 persen, atau bahkan mencapai 80 persen di bawah harga pasar jika terjadi kasus pembunuhan.
Deklarasi publik ini sering kali mengurangi minat pembeli, tetapi justru menciptakan peluang aneh bagi sebagian orang. Para penggemar pariwisata hantu memanfaatkan informasi ini untuk mencari properti yang konon dihantui.
Mereka tertarik pada suasana menyeramkan dan bahkan mencari tempat di mana jasad mungkin tergeletak tanpa ditemukan selama beberapa waktu, yang meninggalkan bau produk pembersih industri dan lantai atau wallpaper yang baru diganti.
Di era di mana setiap perjalanan direkam di media sosial dan turis terus mencari pengalaman baru yang unik, tidak mengherankan jika beberapa orang mencoba melihat melampaui dunia materi untuk sensasi baru.
Apakah ini hanya perpanjangan dari dark tourism (pariwisata gelap) atau sesuatu yang lebih menyeramkan? Apa pun jawabannya, ini mungkin bukan cara liburan yang diinginkan banyak orang.
(wiw)