Suka thrifting? Selain karena harganya murah, ternyata ada sederet alasan orang gemar thrifting.
'Thrift' secara harfiah berarti hemat. Kemudian terjadi pergeseran makna menjadi kebiasaan belanja baju atau barang bekas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat mendengar thrifting tentu Anda langsung berpikir soal harga miring. Hal ini pun membuat thrifting tidak jauh dari makna 'hemat'. Beli baju bekas dengan harga murah tentu tidak bikin kantong jebol.
Akan tetapi, apa thrifting cuma soal harga miring? Melihat peminat dan pelakunya semakin menjamur, rasanya harga bukan alasan satu-satunya.
"Ada pengaruh media sosial juga yang mempromosikan budaya ini. Biasanya dimulai oleh para konten kreator yang punya reputasi. Dan, tahu sendiri anak muda kita kebanyakan FOMO (fear of missing out)," ujar pengamat sosial Universitas Indonesia Devie Rahmawati dalam sebuah wawancara dengan CNNIndonesia.com.
Devie mengungkap thrifting berkembang karena lima unsur utama sebagai berikut.
Krisis keuangan memengaruhi daya beli masyarakat. Covid-19 termasuk salah satu pemicu krisis beberapa tahun belakangan.
Untuk menyiasati krisis dan kebutuhan sandang, thrifting pun jadi solusi.
Sustainability atau sesuatu yang berkelanjutan kini tak sekadar konsep yang menguap dalam kata. Kesadaran masyarakat akan sampah fashion yang makin menumpuk membuat thrifting kian berkembang.
"Orang-orang sadar, kalau terus beli baju [baru], sampahnya makin banyak. Makanya, ya udah, beli yang bekas saja. Jadi, tidak menumpuk masalah sampah baru," ujar Devie.
Busana produksi massal selain harganya cukup tinggi, Anda bisa saja mengenakan busana yang sama dengan orang lain. Thrifting menawarkan barang dan busana unik atau limited edition.
Busana kebanyakan hanya tersedia satu potong sehingga bisa saja Anda satu-satunya yang memiliki busana tersebut.
"Kalau di pasar loak hanya ada satu, entah ada di mana lagi kembarannya. Makanya terasa unik," kata dia.
Media sosial memengaruhi selera dan cara orang berbelanja. Content creator kerap mempromosikan suatu barang atau toko tapi lewat penyampaian yang menyenangkan sehingga orang tertarik.
Tak bisa dimungkiri, media sosial membuat orang ingin menampilkan diri sebaik mungkin. Kalau memungkinkan, ingin tampil beda.
Dengan thrifting, tampil keren dan beda tidak harus merogoh kocek dalam-dalam. Orang tetap bisa eksis dengan busana-busana atau barang dengan harga murah.
(els)