Pernah terpikir untuk melakukan botox, tapi masih bingung kapan sebenarnya tindakan tersebut diperlukan? Sebelum memutuskan, simak terlebih dahulu penjelasan dari dokter berikut ini.
Banyak orang mengenal botox atau botulinum toxin sebagai prosedur estetika. Padahal dalam dunia medis, bahan tersebut bisa juga digunakan untuk membantu mengatasi berbagai keluhan kesehatan tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan memahami perbedaan kebutuhan botox secara estetik dan indikasi medis, hal ini dapat membantu menentukan apakah botox memang tepat atau tidak untuk kondisi Anda.
Dokter Spesialis Dermatologi, Venereologi dan Estetika Arini Astasari menjelaskan bahwa indikasi keperluan botox terbagi menjadi dua, ada estetika dan terapeutik.
"Botox estetika bekerja dengan melumpuhkan otot sementara, sehingga efektif mengurangi garis-garis dinamik (dynamic wrinkles) yang muncul akibat ekspresi wajah berulang," kata Arini dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (25/11).
Ia menambahkan beberapa kondisi estetik yang umumnya bisa ditangani dengan botox yaitu, kerutan dahi (horizontal forehead lines), garis glabella atau kerutan vertikal di antara alis, crow's feet di sudut mata, bunny lines di hidung, dan eyebrow lift untuk memberikan efek mengangkat alis yang mulai turun.
Menariknya, botox estetika juga bisa digunakan untuk tindakan pencegahan, karena tujuannya memang untuk mencegah garis halus yang berkembang menjadi kerutan permanen (static wrinkles) meskipun wajah sedang rileks.
"Banyak pasien saya mulai botox di usia akhir 20-an hingga pertengahan 30-an sebagai tindakan preventif," lanjut Arini.
Studi dalam Journal of Cosmetic Dermatology mendukung bahwa penggunaan botox secara preventif dapat memperlambat pembentukan kerutan permanen. Namun, pasien juga perlu diedukasi tentang risiko resistensi apabila frekuensi botox terlalu sering dilakukan.
Selain untuk estetika, botox juga memiliki manfaat medis yang sangat luas. Hal inilah yang masih kurang diketahui masyarakat.
"Botox sebenarnya punya banyak indikasi medis yang sudah disetujui FDA, seperti hiperhidrosis, migrain kronis, sampai blepharospasm," ujar Arini.
Beberapa kondisi medis yang dapat ditangani dengan botox meliputi hiperhidrosis yaitu keringat berlebihan pada ketiak, telapak tangan, atau kaki.
Kemudian, botox bisa untuk migrain kronis, blepharospasm yaitu kedutan tidak terkendali pada kelopak mata, strabismus atau mata juling, hingga muscle stiffness pada penderita cerebral palsy.
Menurut Arini, efektivitas botox untuk hiperhidrosis dan beberapa kondisi lain bahkan didukung banyak penelitian, termasuk jurnal Dermatologic Surgery.
Arini mengatakan seseorang sebaiknya melakukan botox ketika sudah mulai terganggu dengan garis-garis ekspresi, atau memiliki kondisi medis yang memang membutuhkan terapi ini. Namun, tindakan ini tetap harus melalui konsultasi.
"Konsultasi dengan dokter kulit yang kompeten adalah langkah wajib untuk menentukan apakah botox adalah solusi yang tepat," tambahnya.
Dengan memahami indikasi botox secara estetik maupun medis, Anda dapat membuat keputusan yang lebih tepat dan aman sebelum menjalani prosedur ini.
(avd/els)