Jakarta, CNN Indonesia -- Jika disandingkan dengan negara tetangganya seperti Jerman, nama Polandia memang seakan tak berarti di kancah sepak bola Eropa. Terlebih jika melihat catatan buruk mereka di babak kualifikasi Piala Eropa sejak 1960 hingga 2004.
Tak pernah bisa lolos ke putaran final Piala Eropa hingga 2008 lalu, kiprah Polandia dianggap tak lebih dari sekedar tim penghibur di turnamen empat tahunan Eropa itu.
Namun pada Piala Eropa 2016 kali ini, Polandia boleh jadi merupakan negara yang bisa menjanjikan tontonan seru bagi para penggila sepak bola lewat permainan atraktif tim besutan Adam Nawalka itu.
Menghasilkan 33 gol dari 10 pertandingan di babak kualifikasi menuju Piala Eropa 2016, lini depan Polandia yang dipimpin Robert Lewandowski kini merupakan ancaman nyata bagi tiap tim kontestan di Perancis saat ini.
Memang 15 dari 33 gol Polandia di babak kualifikasi diciptakan ke gawang Gibraltar yang rutin menjadi lumbung gol di Eropa. Namun, Polandia membuktikan diri sebagai salah satu kuda hitam berbahaya di Eropa lantaran mampu melewati babak kualifikasi yang diisi negara-negara kuat seperti Jerman, Republik Irlandia, dan Skotlandia.
Dibandingkan dengan grup-grup lain di babak kualifikasi Piala Eropa, Grup D juga dipandang sebagai grup paling ketat persaingannya, jadi ajang unjuk kemampuan Lewandowski dkk menghadapi tekanan.
Sebuah perjalanan yang mencapai puncaknya ketika Polandia mampu mempermalukan Jerman, salah satu raksasa sepak bola Eropa, dua gol tanpa balas, Oktober tahun lalu.
Hanya mampu menguasai 38 persen penguasaan bola di lapangan, Polandia mampu dua kali menjebol gawang salah satu penjaga gawang terbaik dunia, Manuel Neuer. Hasil itu sekaligus mengakhiri rentetan 33 pertandingan tak terkalahkan Jerman di babak kualifikasi.
Efisiensi di Depan GawangMemiliki salah satu bomber paling disegani di Eropa dalam diri Lewandowski, Polandia mampu menjanjikan banyak gol tanpa perlu punya penguasaan bola berlebih.
Ya, penguasaan bola yang menjadi begitu terkenal selama satu dekade terakhir berkat Spanyol dan gaya tiki-takanya itu dimentahkan lewat gaya permainan Polandia yang efektif.
Hanya memiliki rata-rata 50 persen penguasaan bola sepanjang babak kualifikasi, Polandia diuntungkan dengan efisiensi di depan gawang yang ditunjukkan Lewandowski.
Namun, kehadiran Lewandowski tak serta-merta membuat Polandia menjadi tim yang hanya mengandalkan satu pemain seperti Portugal.
Kendati tak memiliki deretan pemain terkenal dan juga diperkuat sederet pemain dengan nama yang sulit diucapkan, Polandia sebenarnya memiliki kekuatan yang cukup merata di skuat mereka.
Salah satu contohnya adalah penyerang muda Arkadiusz Milik, yang bisa menjadi alternatif mesin gol tak terduga Polandia. Di usia 21 tahun, Milik merupakan sosok di balik ketajaman Lewandowski di babak kualifikasi.
Itu berkat enam assist yang ia sumbangkan dari 13 gol bomber Bayern Munich itu.
Di lini tengah, Piotr Zielinski maupun Grzegorz Krychowlak merupakan dinamo mesin Polandia. Sektor tersebut juga turut ditopang pemain berpengalaman seperti Jakub Blaszczykowski.
Kemampuan Polandia tetap meraih kemenangan dan mendulang gol kendati tak banyak menguasai bola juga tak lepas dari peran Kamil Glik di jantung pertahanan mereka.
Pemain Torino itu merupakan palang pintu terakhir Polandia sebelum tim lawan bisa berhadapan dengan deretan penjaga gawang andal seperti Artur Boruc, Lukasz Fabianski, dan Wojciech Szczesny.
Tak heran, sang juru taktik, Adam Nawalka, tak terlalu mempedulikan masalah penguasaan bola. Sebab, ia memiliki tim yang mampu mendobrak kedigdayaan sepak bola ball possesion yang diandalkan mayoritas tim besar Eropa.
Toh, seperti yang pernah dilontarkan Lewandowski ketika negaranya mampu mempermalukan Jerman, "Terkadang penguasaan bola terlalu didewa-dewakan."
(bac)