Jakarta, CNN Indonesia -- Mamik Prakoso lebih dikenal sebagai pelawak dalam karirnya, tapi banyak orang tak tahu talenta lain komedian tersebut di dunia seni, termasuk penampilan mengesankannya di layar lebar.
Saat berakting dalam film
KING garapan Alenia Pictures, lelaki kelahiran 6 April 1961 tersebut melepas jubahnya sebagai komedian. Ia hayati betul perannya sebagai bapak pengumpul bulu angsa yang menularkan semangat kecintaan terhadap bulutangkis.
Di situ, publik tahu bahwa pelawak yang tampaknya sulit serius itu dapat mendalami karakter begitu rupa. Mamiek menyampaikan pesan yang tak semua aktor berhasil menyampaikannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas totalitasnya di film
KING, 2009 silam, Mamiek Prakoso mendapatkan penghargaan nominasi Piala Citra 2009 sebagai Pemeran Pembantu Pria Terbaik dan memenangkan Pemeran Pembantu Pria Terpuji pada Festival Film Bandung 2010.
Mamiek Prakoso dikenal sebagai salah satu anggota dari tim lawak Indonesia, Srimulat. Komedian kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, ini bergabung dengan Srimulat pada tahun 1984 setelah team lawaknya bubar pada saat itu.
Mamiek memiliki ciri khas rambut pirang pada bagian kanan dan kiri telinganya. Di setiap aksi lawaknya ia memiliki kata-kata jargon yaitu “makbedunduk” dan “maknjegagik”, yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah sekonyong-konyong atau tiba-tiba.
Memang itu yang dijual dalam pementasan Srimulat, selain materi yang lucu juga kekhasan penampilan, gaya bicara, dan kalimat-kalimat yang menjadi ciri khas pemain.
Seperti Gogon, di luar gaya rambut mohawk-nya, ia mempunyai sikap berdiri yang khas sambil melipat tangan serta cara duduknya yang selalu melorot.
Penonton hafal betul gaya Timbul CS tersebut. Intonasi dan kosakata yang mudah ditebak tersebut justru yang dinantikan penonton.
Selain melawak, Mamiek Prakoso juga pandai bernyanyi. Kakak kandung dari penyanyi campursari Didi Kempot itu pernah merilis beberapa lagu campursari seperti
Grojogan Sewu,
Ora Tak Gagas dan
Cidro dari sang ayah, Ranto Edi Gudel, dia mewarisi darah seni tersebut. Ranto Edi Gudel adalah seorang pelawak dan seniman serba bisa yang juga menciptakan lagu
Anoman Obong.
Itu sebabnya, meski telah sukses bersama Srimulat, Mamiek tidak bisa lepas dari dunia campursari.
Mamiek bersama Srimulat hadir untuk menghibur. Kelompok lawak ini merupakan perwujudan subkultur Jawa. Ketika banyak pementasan sarat dengan pesan kritik sosial, grup lawak yang dilahirkan oleh Teguh Slamet Rahardjo di Solo pada 1950 itu membebaskan diri dari patron politik. Pada 3 Agustus 2014, Mamiek Prakoso menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Brayat, Solo, di usia 53 tahun karena penyakit lever.