Jakarta, CNN Indonesia -- Bukan kisah petualangan mencari gunung emas yang akan didapat saat menonton film
Gunung Emas Almayer. Melainkan, kisah cinta peranakan Belanda dan Melayu yang jatuh hati pada pangeran Malaka.
Gunung Emas Almayer diangkat dari novel karya Joseph Conrad tahun 1895, yang berjudul
Almayer’s Folly. Itu mengisahkan obsesi Kaspar Almayer, pedagang asal Belanda, yang mencari gunung emas untuk mewujudkan mimpinya kembali ke Eropa.
Almayer lalu menikahi penduduk setempat yang dipanggil Mem. Mereka berdua memiliki seorang anak perempuan bernama Nina. Di usia 10 tahun, Nina dikirim ke Singapura untuk mendapatkan pendidikan sebagai orang Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekembalinya Nina ke Sambir setelah mengenyam pendidikan, ia justru menemukan jati dirinya yang sebenarnya sebagai orang Melayu.
Bersama ibundanya, Nina menertawakan tradisi-tradisi Barat, mulai soal busana, sepatu, sampai rambut, dan lain-lain.
Di sisi lain, Kaspar tetap bersikukuh bahwa anaknya adalah orang kulit putih. Ia bahkan menolak tiga ribu ringgit atas tawaran pedagang Arab yang ingin meminang Nina. Kaspar ingin membawa anaknya ke Eropa, setelah menemukan gunung emas.
Harapan Kaspar menemukan gunung emas muncul saat bertemu Dain Maroola, seorang pangeran Malaka. Ia mengaku mengetahui letak gunung emas itu. Di tengah kisah, Dain dan Nina ternyata jatuh cinta.
Tapi, hubungan mereka yang diam-diam mendapat perlawanan. Apalagi, Dain dituduh meledakkan kapal pasukan Inggris.
Bagaimana kelanjutan kisah cinta Dain dan Nina? Apa yang akhirnya terjadi dengan Eropa dan Melayu?
Film
Gunung Emas Almayer menarik dengan adanya unsur-unsur sejarah pada zaman tersebut. Ada kisah kependudukan Inggris di Malaka, termasuk perdagangan Arab, Cina, Malaka, dan Eropa.
Sutradara U Wei menuturkan, dengan waktu syuting yang cukup lama, latar seperti rumah dan kapal sudah terlihat maksimal. Permainan para pemainnya pun sangat mendalami perannya masing-masing.
Sayangnya, film itu kurang perkara teknis. Saat adegan memperlihatkan mayat misalnya, penonton dapat melihat pemeran mayat itu masih jelas bernapas. Apalagi, porsi adegan itu cukup lama.
Ada beberapa detail lain yang kurang diperhatikan. Namun bagaimanapun,
Gunung Emas Almayer bisa menjadi rujukan memahami perbedaan mencolok antara budaya Melayu dan Barat.
Gunung Emas Almayer akan tayang di bioskop Indonesia 6 November 2014 mendatang. Itu merupakan film kolaborasi Indonesia dan Malaysia. Beberapa aktor senior Indonesia terlibat, seperti El Manik, Alex Komang, dan Rahayu Saraswati.