Jakarta, CNN Indonesia -- Begitu film
Cahaya dari Timur: Beta Maluku dinyatakan sebagai Film Terbaik FFI 2014 (6/12), tidak sedikit orang yang lantas memberikan ucapan selamat kepada Zen RS, penulis novel
Jalan Lain Ke Tuhelu. Zen menilainya, ucapan ini salah alamat, karena keterlibatannya dalam film tersebut nol.
Jalan Lain ke Tuhelu merupakan prekuel
Cahaya dari Timur: Beta Maluku. Novel ini mengisahkan perjalanan jurnalis bernama Gentur yang terjebak Konflik Ambon. Memang ada keterkaitan, namun tema besar novelnya tidaklah sama dengan film yang diproduseri Glenn Fredly itu.
"
Cahaya dari Timur: Beta Maluku mengisahkan tentang resolusi Konflik Ambon, sedangkan novel saya menceritakan puncak Konflik Ambon," kata Zen kepada CNN Indonesia, hari ini (8/12) tentang novelnya yang dirilis pada pertengahan tahun 2014.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai penulis novel, Zen tak ingin sekadar menginterpretasikan naskah film ke dalam novel. "Lagipula saya menulis novel ini ketika naskah
Cahaya masih belum fix, pada awal 2013. Jadi tidak mungkin saya menulis novel ini berdasarkan naskah film."
Saat disinggung kemungkinan novelnya difilmkan, Zen menegaskan, sejauh ini belum ada obrolan soal itu dengan Angga Dwimas Sasongko, sutradara
Cahaya. Agaknya, menurut Zen, Angga tak ingin mengulang tema serupa di film berikut, melainkan tema lain seperti kiprah pejuang lingkungan Mama Aleta.
"Saya ingin menggarap film tentang Munir," kata pria yang sudah menulis sejak masih duduk di bangku SD tentang aktivis hak asasi manusia yang terbunuh dalam perjalanan udara ke Belanda pada 2004. "Pertengahan Desember ini, saya bersama tim akan melakukan
meeting pertama."
Soal proyek barunya ini, Zen enggan mengungkap lebih jauh. Namun ia menyatakan ketertarikannya membikin "tulisan berbahaya" tentang peristiwa terkait konflik. Sebagaimana juga novelnya yang mengisahkan konflik Ambon serta keterkaitannya dengan kerusuhan Mei 1998.
Ia menyayangkan, tidak banyak tulisan atau karya populer yang berani mengulik gejolak 1998 dan menjadikannya arus utama. "Bila dibanding peristiwa 1965, peristiwa 1998 masih sedikit ditulis, padahal kejadiannya belum terlalu lama, dan pelakunya juga banyak yang masih hidup."
Zen sendiri mengaku, dirinya menjadi saksi mata kerusuhan Mei 1998 yang menjalar hingga daerah asalnya, Cirebon. Saat itu, ia masih berstatus mahasiswa yang aktif tergabung dalam gerakan di kampusnya. Hingga kini, Zen merasa, isu Mei 1998 belum tuntas ditulis.
"Tulisan atau karya kreatif mengenai Mei 1998 masih tidak memadai dibanding imbas yang kita rasakan," kata Zen lagi. Konflik itu, sebagaimana dituturkan Zen dalam novelnya, meledak karena ada permainan politik nyata.
Jalan Lain ke Tuhelu menyingung konflik Muslim-Kristen di Ambon, pada 1999-2002, yang direkayasa sedemikian rupa, sehingga memunculkan kenangan buruk di benak warga Ambon. Sementara memori indah antara dua saudara yang hidup berdampingan malah dihilangkan atau disembunyikan.
Cahaya adalah satu satu karya populer yang disebut Zen, "Berani menghadirkan peristiwa Mei 1998 dengan cara agak memutar. Tidak langsung bicara tentang Mei 1998, namun mengisyaratkan bahwa peristiwa ini tidak terpisahkan dari konflik Ambon."