Jakarta, CNN Indonesia -- Penembakan di kantor
Charlie Hebdo, majalah mingguan satire di Perancis mendapat perhatian dari kalangan seniman dan pekerja film. Kumpulan produser, sutradara, dan penulis serikat pekerja seni menggelar aksi demonstrasi damai di jalanan Perancis.
"Kewajiban sinema untuk menjaga titik terang meski ada aksi teror. Kami akan terus memperjuangkan kebebasan berekspresi melalui film, dengan semangat yang lebih dari sebelumnya," kata salah satu penggagas Wild Bunch, Vincent Maraval, dikutip dari Variety.
Wild Bunch sendiri dikenal sebagai perusahaan dengan banyak proyek kontroversial, seperti
Kandahar, Four Lions, Fahrenheit 9/11, The Look of Silence, Blue Is The Warmest Color, dan film Edward Snowden yang akan digarap Olivier Stone.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sineas lain yang tergabung dalam aksi itu, seperti Sylvie Pialat, penggagas Les Films du Worso dan produser
Timbuktu, mengaku tidak takut dengan aksi penembakan di
Charlie Hebdo. Menurutnya, itu tidak akan melunturkan kebebasan berekspresi melalui seni.
Salah satu filmnya mengungkapkan itu.
Timbuktu, yang digarap Abderrahmane Sissako bercerita soal perjuangan orang-orang Malian memerangi okupasi para fundamentalis Islam. Film itu masuk daftar film asing terbaik di Oscar.
"Kesuksesan film seperti
Timbuktu di Perancis, menggarisbawahi keinginan kuat orang-orang di sini untuk belajar tentang topik seperti ini. Melihat bagaimana orang lain berjuang setiap hari untuk kebebasan mereka. Di satu sisi itu membantu mereka meningkatkan perspektif masa kini," kata Pialat.
Ia menambahkan, apa yang terjadi di
Charlie Hebdo heboh karena itu membuktikan menunjukkan sebuah tragedi yang biasanya terjadi hanya di negeri-negeri konflik. "Tragedi itu juga bisa terjadi di sini, di tanah kita," ucapnya melanjutkan.
Jean-Paul Salome, kepala bagian promosi organisasi film Perancis Unifrance juga yakin, serangan kepada
Charlie Hebdo tidak akan menyebabkan adanya sensor ketat di dunia seni Perancis.
"Perancis tidak punya tradisi untuk membuat kebijakan hanya berdasarkan kegiatan aksi temporer seperti ini," ujarnya. Sepakat dengan Joel Thibout dari Backup Media yang merupakan salah satu pendana film Perancis, ia melihat serangan itu justru membuat seniman bersatu melawan isu ancaman kebebasan berekspresi seni oleh kelompok radikal Islam.
Sejauh ini, serangan itu sendiri telah mendorong kelompok-kelompok seni di Perancis dan Eropa untuk mengekspresikan simpati dan solidaritas dengan slogan #JeSuischarlie yang berarti Saya Charlie.
Sebelumnya diberitakan, majalah satire Perancis,
Charlie Hebdo diserang sekelompok orang, pada Rabu (7/1) waktu setempat. Setelah membunuh satu orang di pintu masuk, para penyerang naik ke lantai dua dan melepas tembakan saat rapat redaksi berlangsung. Penyerang sempat meneriakkan, "Allahu Akbar!"
Aksi itu menyebabkan 12 orang tewas. Di antaranya, editor Stephane "Charb" Charbonier, bersama dengan Georges Wolinski, Jean "Cabu" Cabut dan Bernard Verlhac, yang dikenal sebagai "Tignous", para kartunis berbakat di Perancis.
(rsa/utw)