Jakarta, CNN Indonesia -- “Let it go, let it go....”
Di rumah, di jalan, di sekolah, hampir di mana-mana, anak-anak kerap menyenandungkan potongan lirik musik Frozen itu. Karakter Elsa dalam film produksi Disney itu juga amat populer di kalangan anak-anak. Busana khas putri nan imut itu itu laris manis.
Frozen sendiri memang menjadi film yang sangat disukai. Ia meraup untung lebih dari US$ 1,2 miliar atau Rp 152 triliun. Bahkan Frozen digadang-gadang sebagai film animasi nomor satu sepanjang masa. Lebih dari setahun berlalu setelah rilis, demam Frozen masih merajalela.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejatinya, Frozen bukan film tentang putri yang pertama kali. Anak-anak perempuan juga sudah menyukai kecantikan serta mimpi bahagia selamanya sejak dulu. Lantas, apa yang menyebabkan Frozen lebih menarik dibanding film putri Disney terdahulu?
Maryam Kia-Keating, Ph.D dan Yalda T. Uhl, MBA, Ph.D, psikolog dari University of California, Amerika Serikat, mengungkapkan pendapatnya dari sisi ilmu psikologi. Mengutip Time, berikut alasan ilmiah mengapa Frozen amat laris.
Dunia emosional anak-anak prasekolah mengingatkan kita pada pergelutan batin tokoh utama Frozen, Elsa. Elsa memiliki emosi yang kuat, penuh gairah, dan tampak tak terkendali.
Sama seperti Elsa, anak-anak prasekolah juga didorong oleh hasrat mereka. Konflik yang dihadapi Elsa dalam film serta bagaimana dia mencapai resolusi, pun dirasakan anak-anak.
Imajinasi anak-anak dapat membuat dunia menjadi tempat yang menakjubkan dan dipenuhi dengan kegembiraan serta petualangan. Anak-anak memberi respons terhadap cerita yang bersifat realisme magis seperti Frozen.
Elsa dengan kekuatannya membangun kastil dari salju dan es hanya menggunakan jemarinya, memiliki daya tarik khusus bagi mereka.
Anak-anak juga suka akan ketiadaan penyihir jahat dalam Frozen. Film itu minim adegan seram. Penjahat dalam film animasi itu pun hanya seorang pria tanpa kekuatan sihir yang menyanyikan lagu cinta.
Meski sepanjang cerita Elsa selalu menghindari sang adik, Anna yang ingin berteman, ikatan cinta keduanya tidak pernah pudar. Menhindarnya Elsa justru menjadi wujud cinta.
Anak-anak juga memiliki keterikatan mendalam dengan keluarganya, dan cenderung menunjukkan kasih sayang yang kuat terhadap kelompok orang terdekatnya.
Anak-anak memperlakukan dengan lebih baik orang-orang dalam lingkaran sosial mereka. Dalam Frozen, kasih sayang antara kakak dan adik lebih menarik daripada kisah cinta Anna dengan Kristoff.
Berbeda dengan film putri Disney terdahulu, tokoh-tokoh utama Frozen sangat autentik dan nyata, tidak terfokus pada kisah pencarian putra raja. Frozen mengajarkan tentang kasih sayang sesama saudara dan kekuatan perempuan.
Terakhir, musik apik yang membuat anak-anak ikut bernyanyi, turut menyempurnakan film. Anak-anak senang Let It Go seraya mengibaskan jemari kecil mereka satu sama lain, "Be the good girl you always have to be!"
Mereka juga kompak mengentakkan kaki-kaki kecil menirukan Elsa yang membangun kastilnya. Tidak jarak pula anak-anak terhanyut dalam peran, menirukan mimik dan perilaku Elsa.
Dalam benak mereka, Elsa adalah seorang yang bahagia dan bebas, tak seorang pun menghalanginya. Itulah yang terpenting: keinginan untuk bahagia dan bebas, sesuatu yang menarik secara universal. Dan lagu Let It Go bersama gerakan-gerakannya, mendukung dorongan untuk bebas itu.
Bila disimpulkan, keempat poin itu mewakili perspektif anak-anak. Bahwa ada perjuangan internal dalam batin, tak menginginkan kehadiran penjahat yang menyeramkan, dan loyal terhadap keluarga tanpa peduli tantangan emosional yang dihadapi. Terutama, kita semua ingin bahagia dan bebas.