Jakarta, CNN Indonesia -- Jubah putih. Inilah busana yang biasa dikenakan pahlawan nasional Pangeran Diponegoro, lengkap dengan senjata kerisnya, sebagaimana kita lihat melalui imajinya yang beredar selama ini.
Kini, wujud asli jubah ini bisa dilihat secara langsung di pameran bertajuk panjang,
Aku Diponegoro: Sang Pangeran dalam Ingatan Bangsa, dari Raden Saleh hingga Kini.Pameran yang digelar di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, ini diresmikan pada 5 Februari dan dibuka untuk umum pada keesokan harinya, mulai 6 Februari hingga 8 Maret 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jubah Pangeran Diponegoro ini dipamerkan di ruangan bertema
Semangat Leluhur yang Masih Terasa yang didesain secara khusus. Lainnya, juga dipamerkan artefak berupa tombak dan pelana kuda.
“Mengingat koleksi dalam ruangan ini tergolong sakral, maka jumlah pengunjung dibatasi 20 orang per kunjungan,” kata Dr. Peter Carey, saat ditemui CNN Indonesia, beberapa waktu lalu.
Ahli sejarah Indonesia yang sangat
ngelotok kisah Pangeran Diponegoro ini bertindak sebagai kurator pameran, bekerja sama dengan Dr. Werner Kraus dan Jim Supangkat.
(
Baca juga: Sejarah Indonesia di Luar Kepala Peter Carey)
Selain ruang berisi benda sakral tersebut, pameran ini juga memamerkan karya seni dan pernak-pernik yang berkaitan dengan Diponegoro dan disajikan dalam tiga bagian berbeda.
Di bagian pertama,
Diponegoro di Awal Sejarah Seni Indonesia, dipamerkan lukisan sang pangeran, antara lain karya Raden Saleh, Basoeki Abdullah, Sudjojono. Juga, dokumentasi foto dan video.
Di bagian ke-dua,
Diponegoro, Raden Saleh dan Sejarah di Mata Seniman Indonesia, ditampilkan figur Diponegoro, karya seniman kontemporer Srihadi Soedarsono, Nasirun, Entang Wiharso, dan lain-lain.
Lalu, di bagian ke-tiga,
Sisi Lain Diponegoro, disuguhkan benda-benda yang terkait Diponegoro, dari fotografi, cukil kayu, kartu remi, buku, komik, poster-poster politis, sampai uang kertas.
“Saya berharap, pameran menghidupkan perspektif sejarah bangsa Indonesia, memicu renungan atas warisan yang sangat luar biasa hebat,” kata Peter yang 40 tahun meneliti sejarah Indonesia.
Menyitir kata-kata Bung Karno, “Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah,” Peter ingin bangsa Indonesia memaknai warisan leluhurnya agar tak menjadi bangsa yang tersingkir.
“Bangsa yang melupakan sejarahnya tidak bisa memahami jati dirinya sendiri,” kata penulis buku
Kuasa Ramalan ini. “Percuma jadi bangsa yang kaya tapi tidak memiliki identitas.”
Tsunami Hidup Sang PangeranMelihat pameran ini, diyakini Peter, menyadarkan para pengunjung tentang gelombang hidup Pangeran Diponegoro. “Seumur hidupnya, Diponegoro mengalami tiga tsunami,” kata Peter.
Tsunami yang dimaksud Peter tak lain drama hidup sang pangeran. Ia, anak bangsawan yang diasuh eyangnya di desa, melewati masa remaja di pesantren, lalu saat dewasa bertikai melawan kolonial Belanda.
Peter menyayangkan, selama ini, sejarah Diponegoro diselimuti oleh Belanda. Lewat pameran ini, Peter siap menyingkap selimut, dan membeberkan faktanya melalui artefak dan karya seni.
Benda-benda yang dipamerkan kali ini diperoleh melalui kegiatan
open call yang sudah dimulai sejak Oktober 2014 lalu. Selama ini, benda-benda tersebut tersebar dari Aceh sampai Ternate.
(vga/vga)