Jakarta, CNN Indonesia -- Pemikiran penulis Toge Aprilianto soal hubungan seksual yang ditulisnya dalam buku
Saatnya Aku Belajar Pacaran, mengejutkan banyak pihak. Toge seakan mempersilakan seks bebas saat pacaran, asal siap mental dan mau bertanggung jawab.
Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Niam Sholeh, konten itu merupakan tindakan melawan usaha perlindungan anak. Remaja yang menjadi target pasar buku itu, harus dilindungi dari buku semacam itu.
"Kasus ini bukan hanya terkait dengan konten seksualitas, tetapi terkait dengan ideologi perlindungan anak," ujar Niam saat dihubungi CNN Indonesia melalui telepon, Kamis (5/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Niam menjelaskan, dalam Undang-undang Perlindungan Anak, setiap anak mendapat hak untuk memperoleh informasi yang baik. Informasi yang ada dalam buku
Saatnya Aku Belajar Pacaran justru menghasut anak-anak.
"Kami membuat sebuah tim yang mengkaji buku tersebut, dan menemukan tidak hanya halaman 60 yang memuat konten seksual tersebut saja yang tidak layak, tetapi keseluruhan buku ini bersifat menghasut," ujar Niam melanjutkan.
Lemahnya sensor perbukuanMasalah yang ada di dalam buku tersebut, diakui Niam merupakan lemahnya penegakan sensor terhadap konten perbukuan di Indonesia.
Niam menjelaskan, permasalahan konten perbukuan merupakan tanggung jawab dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyediakan buku yang memuat konten bersifat pengayaan.
"Regulasi sebenarnya sudah ada, namun ada ruang kosong dalam pelaksanaannya, KPAI telah mendiskusikannya dengan Kemendikbud dan akan mulai membahas lebih lanjut," ucap Niam.
Reni Marlinawati, anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menyarankan, ada Undang-Undang Sistem Perbukuan sebagai pencegahan masalah serupa di masa mendatang. Dalam keterangan persnya Reni menyebut, RUU itu sudah masuk program legislasi nasional periode 2015-2019 dan akan segera dibahas bersama DPR serta pemerintah.
"Dengan payung hukum sistem perbukuan tersebut, dapat dilakukan upaya preventif terhadap naskah-naskah buku yang menyimpang dari norma hukum maupun agama," Reni menuliskan.
(rsa)