Jakarta, CNN Indonesia -- Hanya segelintir penulis Indonesia yang karya-karyanya dikenal di luar negeri. Sebut saja, Pramoedya Ananta Toer. Namun kini, agaknya angin sejuk tengah berembus membawa nama-nama penulis baru ke daratan Eropa.
Dua penulis Indonesia, Eka Kurniawan dan Agustinus Wibowo, turut berpartisipasi di London Book Fair di London, Inggris, pada 14-16 April 2015. Nama yang disebut terakhir ini dikenal lewat buku
Selimut Debut, Garis Batas, dan
Titik Nol.“Saya ada
talkshow soal
travel writing Indonesia dan pameran foto
Melihat Dunia dari Lensa Orang Indonesia,” kata Agustinus kepada CNN Indonesia melalui pesan singkat, hari ini (14/4). “Kegiatan saya nanti pas hari terakhir, 16 April.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, Agustinus mengaku sedang berkeliling arena bersama rombongan Indonesia. Selain Eka dan Agustinus, juga turut Desiree Sitompoel (seniman dan kolektor cangkir), Haidar Bagir (cendekiawan dan penulis), Putut Widjanarko (Penerbit Mizan), Lucya Andam Dewi (Presiden IKAPI), serta Sari Meutia (CEO Mizan Publishing, Koordinator Promosi dan Publikasi Komite Nasional Indonesia di London Book Fair).
Eka dikenal lewat buku
Lelaki Harimau yang telah diterbitkan oleh Verso UK dengan judul
Man Tiger. Desiree meluncurkan buku
SophisTEAcation-An Anthology of Porcelain Teacups Collecting, yang ditulis oleh Arlyn Lawrence.
Haidar, Putut dan Lucya menjadi pembicara sebuah sesi bertajuk
Indonesia’s Publishing Industry, yang menyoroti upaya mendukung literasi, demokrasi dan kebebasan berekspresi di negara Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim.
Acara lain yang tak kalah penting di London Book Fair yaitu
Insight Program, juga sesi temu muka penerbit di stan Indonesia. Inilah kesempatan bagi penerbit asing yang ingin menerbitkan karya penulis Indonesia dalam edisi bahasa lokalnya.
Di sini juga digelar acara bincang-bincang
Digital Books/Animated Books in Indonesia yang merupakan bagian dari konferensi terbesar dunia Publishing for Digital Mind.
Acara ini menghadirkan Ardian Elkana, Presiden Asosiasi Animasi dan Konten Indonesia, sekaligus Kepala Divisi Multimedia, Animasi dan Games KADIN, selaku pembicara.
"Gong" acara sesungguhnya, tentu saja, International Rights Centre di mana disediakan 590 meja untuk 400 perusahaan penerbitan dari 30 negara bertransaksi jual beli rights buku-buku.
London Book Fair memang bukan arena pameran atau jual beli buku, melainkan pasar rights buku paling besar dan mengesankan di dunia. Hak cipta buku dibeli penerbit asing untuk diterjemahkan ke bahasa Inggris atau bahasa asing lain, lalu diedarkan di level global.
Hadirnya rombongan Indonesia di London Book Fair boles dikatakan sebagai “pemanasan” menjelang Frankfurt Book Fair pada Oktober mendatang di mana sejumlah penulis Indonesia menjadi Tamu Kehormatan, antara lain Ayu Utami dan Laksmi Pamuntjak.
London Book Fair digelar di Olympia, kawasan barat London, selama tiga hari (14-16/4). Pameran kali ke-44 tahun ini bertema
Making World Go Further. Diramaikan 25.000 pelaku industri dari 124 negara, termasuk Indonesia.
Perwakilan Indonesia menempati Stand 5B140 dan menampilkan 223 judul buku pilihan dari berbagai penerbit. Harapannya, penulis yang bukunya terpilih bisa menjadi penerus Pramoedya Ananta Toer dan memperkokoh cengkeramnya di ranah literasi dunia.
(vga/vga)