Jakarta, CNN Indonesia -- Pernah melihat seseorang bermain kartu lalu mengurainya di udara? Atau melempar kartu hingga mengenai sebuah target seolah-olah kartu tersebut adalah pisau?
Jika Anda mengira teknik tersebut hanyalah dimiliki para pesulap, Anda tidak sepenuhnya salah. Teknik tersebut merupakan salah satu kesenian dalam bermain kartu yang dinamakan
card flourish.
Card flourish atau dapat juga disebut
cardistry ini sudah ada sejak kartu diciptakan pada beribu tahun silam. Namun, perkembangan keterampilan
cardistry baru berkembang pada abad ke-20.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya
cardistry dipelajari oleh para pesulap guna mendukung pertunjukan mereka, namun lambat laun
cardistry mulai ditinggalkan. Hingga akhirnya muncul para pelaku
cardistry.Di Indonesia, budaya dan komunitas
cardistry baru masuk pada 2009. Salah satu yang bergabung di dalamnya adalah presenter olahraga ekstrem, Muslim Abie Bakar Assegaf.
Menang banyakPria berusia 28 tahun yang akrab dipanggil Abie Assegaf ini mengenal
cardistry setelah terpikat permainan
cardistry saudaranya yang berasal dari Perancis.
"Ketertarikan saya waktu itu membuat saya terinspirasi untuk menjadikannya bahan skripsi. Kebetulan saat itu saya memang sedang kehabisan ide," kata Abie kepada
CNN Indonesia ketika ditemui di Sudirman, Jakarta, pada Selasa (14/4).
Abie kemudian menekuni seni kartu yang kini sudah dianggap tidak penting lagi oleh pesulap tersebut lebih jauh lewat YouTube dan Google, hingga akhirnya ia pun rampung menuntaskan studi di jurusan
broadcasting.Tuntasnya skripsi tak membuat dirinya berhenti menekuni
cardistry. Ia pun bergabung dengan komunitas Indonesia Card Artist guna mengasah teknik bermainnya dan juga menekuni hobi lama yang kini bersemi kembali.
"Dari kecil sebenarnya sudah senang main kartu, tapi selalu dilarang oleh ibu, stigmanya seperti main judi. Tapi dengan
cardistry ini saya buktikan main kartu tidak harus melulu terkait dengan judi," kata Abie.
Sejak 2008, Abie terus mengasah teknik
cardistry yang memang perlu dilatih meski dapat dimainkan oleh siapa pun.
Setidaknya ia telah memenangkan kejuaraan nasional pada 2009 hanya dengan latihan empat bulan. Kemudian dengan alasan "iseng" ia pun mengikuti kejuaraan internasional pada 2010 dan ia membawa pulang juara pertama.
Kartu-kartu yang semasa kecil dibuang oleh ibunya pun kini telah berganti dengan kartu-kartu
cardistry yang ia dapatkan setelah memenangkan kompetisi
cardistry dunia yang diselenggarakan oleh Dane and Dave, pakar cardistry internasional, pada 2012.
Tidak tanggung-tanggung, ia mendapatkan lebih dari 600 dus kartu dengan masing-masing dus berisi enam pak kartu.
Ratusan dus tersebut kemudian ia bagi rata dengan lima anggota tim yang lain dan 100 dusnya jual kembali. Hasilnya, 100 dus tersebut menjadi uang sebesar Rp 100 juta.
Berbeda namun samaAbie menegaskan perumpamaan
cardistry dengan sulap ibarat
freestyle basketball dengan bermain basket sungguhan.
Pesulap tidak sepenuhnya dapat melakukan
cardistry karena membutuhkan latihan, tetapi pemain cardistry dapat melakukan trik sulap dengan kartu mereka.
"Tidak ada teknik khusus sebenarnya, semua orang dapat melakukannya, namun perlu latihan," ujar Abie.
Jika orang melihatnya hanya seperti sebuah permainan, Abie menceritakan lebih jauh manfaat dari
cardistry.Ia menceritakan pengalaman salah seorang temannya yang sembuh dari penyakit tremor ringan setelah dua bulan latihan bermain
cardistry."Karena
cardistry ini melatih kemampuan motorik, keseimbangan antara otak kanan dan kiri," kata Abie.
Hobi yang kini Abie jalani telah mengantarkannya meraih mimpi.
Ia pun akhirnya mampu membuktikan kepada orang tuanya bahwa bermain kartu tidak selalu identik dengan judi, tetapi justru bisa menjadi seni yang menghibur.
[Gambas:Youtube] (ard/ard)