Jakarta, CNN Indonesia -- Sebelum dirilis di Amerika Serikat,
Big Game sudah lebih dahulu dinikmati pencinta film di Indonesia. Garapan sutradara Jalmari Helander itu menjadi tontonan segar di tengah bekapan film pahlawan super maupun fiksi ilmiah.
Big Game diawali secara menyentak dengan ayah dan anak yang berbahasa Finlandia. Itu hari bersejarah bagi sang anak, Oskari (Onni Tommila). Ia akan berusia 13 tahun. Maka, hari itu ia harus menjalani satu tradisi penting.
Di sebuah suku terpencil di Finlandia itu, 13 tahun adalah usia kematangan. Bocah laki-laki harus bisa menjadi pria. Untuk itu, ia harus diterjunkan ke hutan belantara selama sehari semalam, berbekal busur dan panah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oskari gugup. Memanah saja ia tak bisa. Sementara ia hidup di bawah bayang-bayang ayahnya, Tapio (Jorma Tommila) yang merupakan pemburu hebat. Saat seusia Oskari, Tapio berhasil membawa pulang beruang hutan. Ia jadi legenda sejak itu. Oskari pun minder.
Demi menjaga reputasi, Tapio mengirimkan kepala rusa di tempat rahasia mereka. Oskari bisa pulang menenteng kebanggaan itu. Namun, itu justru membuatnya sedih. Kalau sang ayah tak percaya, bagaimana dengan orang lain?
Oskari pun mendapat "durian runtuh" saat pesawat Air Force One yang membawa Presiden Amerika Serikat, William Allan Moore (Samuel L. Jackson) jatuh di hutannya. Oskari bertahan hidup ditemani sang presiden yang diburu teroris sekaligus psikopat kejam.
Sampai suatu saat, Oskari menyadari, Presiden AS bisa menjadi hasil buruan terbesarnya.
Mencampurkan tradisi pedalaman dengan isu terkini soal terorisme merupakan hal baru. Apalagi tokoh utamanya bukan sang presiden, melainkan anak-anak dengan wajah baru. Semua yang terjadi pun dengan sudut pandang bocah.
Banyak dialog polos antara Presiden Bill dan Oskari yang mengocok perut. Saat bertemu Bill misalnya, Oskari sempat bertanya apakah ia alien yang datang dengan maksud damai. Ia juga menganggap momentum ulang tahunnya lebih berharga ketimbang menyelamatkan Presiden AS.
Sayangnya, konflik teroris yang dimunculkan jadi setengah-setengah. Saat keinginan sang teroris menjadikan presiden sebagai martir untuk diunggah ke Facebook seperti ISIS gagal, tidak ada penyelesaian tuntas yang memuaskan.
Untuk sebuah film laga,
Big Game terhitung nanggung. Konflik AS dengan teroris tidak terlalu mencuat.
Big Game lebih bercerita tentang konflik remaja yang krisis percaya diri dan hubungannya dengan sang ayah.
Big Game lebih cocok menjadi tontonan bersama anak-anak, yang membuat adrenalin mereka berpacu diiringi cerita soal penyelamatan presiden negara paling adidaya di dunia. Film ini sudah tayang di bioskop Indonesia.
[Gambas:Youtube] (rsa/utw)