Annie Leibovitz, Sang Pembidik Caitlyn Jenner

Vega Probo | CNN Indonesia
Kamis, 04 Jun 2015 19:56 WIB
Banyak orang penasaran bagaimana Annie Leibovitz berkarya. “Tak ada rahasia,” sang fotografer menegaskan. “Semua ini berkat kerja keras."
Annie Leibovitz, mantan ballerina yang kini dikenal sebagai fotografer "berbahaya." (Rachel Murray/Getty Images for Vanity Fair)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jika foto Caitlyn Jenner tampak memukau sebagai sampul Majalah Vanity Fair, itu bukan semata lantaran si empunya wajah memiliki garis tegas atau berkat tata rias. Lebih dari itu, ada andil Annie Leibovitz, sang fotografer "berbahaya."

Leibovitz memang fotografer potret yang sangat mashyur. Sudah tak terhitung hasil bidikannya yang melegenda. Sebut saja, foto bugil John Lennon memeluk Yoko Ono sebagai sampul Rolling Stone, juga Demi Moore tengah hamil tua sebagai sampul Vanity Fair.

“Secara pribadi, saya memutuskan menjadi fotografer potret karena memiliki banyak latitude,” katanya sebagaimana dikutip laman Fast Company. “Saya sadar, tidak berbakat menjadi jurnalis karena saya butuh terlibat dengan subjek dan memiliki sudut pandang.”

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengalaman semasa muda saat memotret Lennon dan Ono membuat Leibovitz yakin dengan pilihannya sebagai fotografer potret. “Sejak itu, saya tak kuasa kembali ke jurnalisme. Walaupun saya tetap menyukai foto terpampang di halaman depan New York Times.”

Bagi perempuan berambut panjang ini, pekerjaan fotografer bukan sekadar membidikkan kamera ke arah subjek. Lebih dari itu, fotografer harus serius dan paham benar apa yang dilakukannya.

Terkenang Lennon dan Ono

Leibovitz tak pernah bisa melupakan pengalamannya memotret pasangan Lennon dan Ono, saat dirinya masih berusia 20-an tahun.  Ketika itu, Lennon baru saja menyelesaikan album Double Fantasy. Sampulnya menampilkan foto Lennon dan Ono sedang berciuman.

Foto itu menginspirasi Leibovitz untuk membuat versi lain: Lennon dan Ono berciuman dalam keadaan bugil—sesuai kebiasaan pasangan ini. Tapi di menit terakhir, Ono menolak menanggalkan pakaian. Leibovitz tak kehilangan akal.

Ia tetap memotret Lennon dan Ono berciuman, sekalipun hanya Lennon yang rela tampil bugil, sementara Ono tetap berpakaian lengkap. Hasilnya, foto legendaris yang tak surut diperbincangkan hingga hari ini.

Foto John Lennon dan Yoko Ono karya Annie Leibovitz yang legendaris. Lima jam setelah sesi pemotretan ini, Lennon tewas ditembak penggemarnya. (CNNIndonesia Internet/Annie Leibovitz/Rolling Stone)
Semua Berkat Kerja Keras

Selalu menghasilkan foto-foto brilian, bukan berarti Leibovitz melulu menuruti kemauan pihak yang memperkerjakannya. Sebaliknya, menurut perempuan asal Connecticut, AS, berusia 65 tahun ini, fotografer harus punya pendirian.

“Anda harus mempercayai isi kepala, pikiran. Anda tak bisa terus-terusan meragukan diri sendiri dan berusaha menyenangkan orang lain,” katanya. “Kalau saya melulu mendengarkan orang lain, mungkin karier saya tak akan bertahan selama ini.”

Banyak orang penasaran bagaimana Leibovitz berkarya. Untuk menjawab pertanyaan orang-orang, ia merilis buku berjudul At Work. “Tak ada rahasia,” Leibovitz menegaskan. “Semua ini berkat kerja keras dan banyak riset.”

Mantan Ballerina Cilik

Sejak kecil, Leibovitz sudah mengakrabi seni. Ia mengikuti kursus balet di Washington DC atas saran sang ibu. Beranjak besar, ia berkuliah di San Francisco Art Institute. Ketika itu, ia bercita-cita menjadi guru seni rupa.

Tapi dunia fotografi dan karya fotografer Robert Frank dan Henri Cartier-Bresson lebih memikat perhatiannya. Pada 1970, ia mulai kiprahnya bersama Majalah Rolling Stone, yang berjasa mengasah insting fotografinya.

Salah satu karya brilian Leibovitz selama bergabung denganRolling Stone, ya foto Lennon dan Ono itu. Ironisnya, lima jam setelah sesi pemotretan, Lennon ditembak mati penggemarnya. “Foto itu seolah menggambarkan ciuman terakhir,” katanya sebagaimana tertulis di buku At Work.

Momen bersama Subjek

Sebagai fotografer potret, Leibovitz paling suka memotret subjeknya di luar ruang, bukan di dalam studio. “Bukannya saya tidak suka studio. Tapi saya lebih memilih lokasi,” kata perempuan bernama asli Anna-Lou ini.

Banyak pujian dialamatkan kepada Leibovitz, terutama pada kemampuannya menangkap sosok subjeknya. “Membuat potret bukan sekadar membidikkan kamera, melainkan merangkum momen bersama si subjek,” katanya. “It's just a moment with someone.”

Tentu saja bukan moment sesaat. “Ini soal banyak momen,” katanya. “Saya memotret Lennon dan lima jam kemudian ia meninggal. Saya berencana memotret Putri Diana pada Oktober dan dia meninggal pada Agustus. Potret adalah bagian dari hidup.” (vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER