Jakarta, CNN Indonesia -- Memasuki Juni, yang merupakan bulan ulang tahun Jakarta, selayaknya arena Pekan Raya Jakarta (PRJ) meramai. Apalagi lokasinya sudah “dikembalikan” ke tengah kota: Senayan. Namun kenyataannya, pesta rakyat ini justru sepi pengunjung.
Terlebih setelah kemarin (5/6), sebanyak 205 dari 1.200 pedagang berbagai produk mengurungkan partisipasinya di PRJ. Mereka mengeluhkan minimnya promosi yang membuat arena sepi, juga kondisi arena dan fasilitas yang berbeda jauh dari isi kontrak.
"Dari hari Sabtu itu kami
udah bayar biaya pendaftaran dua juta rupiah dan listrik
dikenain lagi per dua ampere itu lima ratus ribu, sedangkan begitu
loading itu ternyata listrik belum ada dan tenda belum jadi,” keluh Ardiga (21), pedagang makanan beku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, lanjut Ardiga, sesuai isi kontrak, panitia telah berjanji memudahkan urusan
loading barang bagi pedangang, pada Jumat pekan lalu (29/5), pukul delapan malam. Hal ini juga sudah disepakati saat
technical meeting. Namun kenyataannya berbeda.
Masalah ini memaksa sebagian pedagang menarik diri, mengurungkan partisipasinya di PRJ, pada Senin (1/6). Padahal PRJ sendiri baru dimulai sehari sebelumnya, pada Sabtu (30/5). Mereka juga meminta kembali uang pendaftaran yang kadung dibayarkan.
Diwakili 8 koordinator dari berbagai blok, setelah empat kali bernegosiasi, akhirnya panitia PRJ menyanggupi membayar jumlah yang diminta sebagian pedagang tersebut pada 20 Juni—ketika uang dari sponsor sudah digelontorkan.
Namun, menurut Ardiga, penandatanganan perjanjian ini tak kunjung dilakukan oleh Ketua Panitia PRJ 2015 Grace R.R. Mangundap. Hal ini tentu saja membuat sebagian pedagang merasa kecewa.
"Panitia
udah verifikasi peserta yang
nuntut ini bener atau
enggak sudah berhenti berdagang, kebetulan baru dapat hari ini. Kita sekarang mau minta tanda tangan Bu Grace sebagai ketua panitia
event ini. Dia enggak mau tanda tangan," jelas Ardiga.
Kecewaan Ardiga dan sebagian pedagang lain pun berlipat ganda. Mereka merasa sudah menaati aturan panitia untuk
loading out dan tidak berjualan sejak Senin kemarin (1/6), juga menyetujui pengembalian uang mulai 20 Juni di kawasan Sunter.
Sementara itu, koordinator Blok 1 Azrina Darwis mengaku, beberapa pedagang kuliner rugi puluhan juta karena minim pembeli. Makanan yang laku tak lebih dari 10 porsi. Tapi menurutnya, sebagian pedagang tak mempermasalahkan untung rugi.
"Kita enggak mempermasalahkan laku atau enggak, tapi panitia enggak profesional menjalankan acara yang dia buat. Promosi enggak ada,
gimana orang mau
tau ada PRJ, karena promosi cuma lewat FB dan Twitter," kata Azrina.
Dia juga mengaku sulit menemukan panitia yang bersedia diajak berembuk. ”Saya tanya kenapa enggak pake
nametag? Katanya takut dikeroyok sama pedagang," imbuhnya. Padahal pedagang tak berniat mengeroyok, hanya mengajak berdiskusi.
“Kami enggak niat jahat, kok,” kata Azrina. Menurutnya, wajar saja jika pengacara Ardy Mbalembout yang mewakili PRJ Senayan menyatakan tidak sah perjanjian yang disepakati, pada Senin (1/6) itu, sekalipun sudah ditandatangani Grace.
"Menurut dia tidak sah karena yang dampingi waktu itu karyawannya bukan
lawyer. Mereka minta kami drop terkait penalti sebesar dua juta (tiap harinya) kalau mereka terlambat (
refund),” kata Azrian. “Kalau terlambat, bayar
aja.”
Panitia Lepasan Lepas KomitmenProject Manager PRJ Senayan Indra Maulana menyatakan, pergelaran ini sudah mendapat dukungan penuh dari Pemprov DKI Jakarta dan Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat. Sumber dana yang dipakai, menurutnya, bukan dari APBD melainkan sponsor dan swakelola.
Sementara soal kisruh antara panitia dan pedagang, Indra berpendapat, pemicunya adalah faktor pihak ketiga:
marketing freelance yang dipekerjakan oleh panitia.
"Kenapa bisa terjadi konflik? Ini karena
marketing lepasan yang tidak komitmen terhadap blok-blok yang kami jual. Kami sudah bicara bahwa semua blok dijual sama rata, untuk UKM dan PKL dua juta,” kata Indra soal biaya sewa per blok.
Ia menambahkan, “
Marketing freelance sudah imbau untuk jual rata. Ada sekian persen yang diterima
marketing, jadi panitia tidak terima utuh. Kami buat ini semua tujuh milliar untuk satu pekan, jadi enggak ada panitia untung.”
Menanggapi keluhan beberapa pedagang soal harga sewa yang bervariasi, Indra menunjuk hidung para
marketing freelance tersebut. Panitia, menurutnya, tidak memungut sewa di atas dua juta rupiah.
"Jadi mereka yang menawarkan untuk pegang UKM Senayan dan PKL Senayan kita ikutkan, daripada acara dikelilingi PKL (ilegal). Tapi ternyata permainan mereka seperti itu, kami kaget," Indra mengelukan.
Pengacara Ardy Mbalembout yang mewakili PRJ Senayan mengatakan hal senada. Menurutnya, panitia bekerja sama dengan pihak ke-tiga.
"Itu orang-orang yang di-
hire untuk menjadi EO juga untuk berhubungan langsung dengan pedagang. Dalam kesepakatan pembayaran mereka juga harus
tau, karena tidak bisa dibebankan semua ke panitia," tutur Ardy.
Selain itu, Ardy juga merasa pihaknya menerima permintaan yang tak rasional. Dalam klausal para pedagang meminta penalti keterlambatan pembayaran setiap hari sebesar Rp dua juta.
"Itu hal yang di luar logika bisnis dan hukum,” kata Ardy. “Kami minta pedagang dalam menuntut hak jangan berlebihan, karena jangan sampai masalah ini di satu sisi menuntut hak tapi di sisi lain melakukan tindakan pemerasan.”
(vga/vga)