Jakarta, CNN Indonesia -- "Semakin banyak ilmu semakin lapang hidup. Semakin kurang ilmu, semakin sempit hidup." Itulah salah satu kutipan tentang arti sebuah ilmu dari Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah alias Buya Hamka.
Sosok sang ulama, filsuf, novelis, dan aktivis politik, tak terlepas dari perkembangan pendidikan, pada 1967, saat bangsa Indonesia mengalami masa pasca era Orde Lama
Ketika itu, Buya Hamka mulai memperjuangkan pendidikan islam di Masjid Agung Al-Azhar, sebuah rumah peribadatan yang melahirkan cikal bakal pendidikan bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semakin banyak ilmu, semakin lapang hidup. Semakin kurang ilmu, semakin sempit hidup.Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah alias Buya Hamka |
Masjid Agung Al-Azhar terletak di Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Cat putih yang mendominasi bangunan seluas 43.755 meter persegi ini semakin jelas menunjukkan kesucian dan keagungannya.
Bangunan Masjid Agung Al-Azhar dibuat dengan paduan gaya arsitektur Masjid Hij' di Saudi Arabia dan Masjid Qibtiyah di Mesir. Masjid ini dapat menampung kurang lebih 5.000 jemaah.
"Kalau biasanya di sebuah perguruan tinggi terdapat masjid, tapi di sini masjid melahirkan lembaga pendidikan, dari mulai TK sampai perguruan tinggi cikal bakalnya ada di masjid ini," kata Ketua Panitia Pengelola Masjid Agung Al-Azhar Haji Endang Suryana.
Semula masjid ini bernama Masjid Agung Kebayoran Baru. Kemudian diberi nama baru, pada 1960, seiring kedatangan Rektor Universitas Al-Azhar Mesir Prof. Dr. Mahmoud Syaltout, di masjid ini tak lama setelah Buya Hamka dianugerahi gelar Doctor Honoris Causa (Ustadziyah Fakhriyah) oleh Universitas Al-Azhar Kairo.
Menyandang nama baru Masjid Agung Al-Azhar, Pemda DKI Jakarta pun mengukuhkannya sebagai salah satu dari 18 situs tapak sejarah perkembangan kota Jakarta. Selain itu, masjid ini juga dijadikan cagar budaya nasional sejak 19 Agustus 1993.
"Syekh Syaltout berkunjung dan memberikan nama pada masjid ini, karena beliau kagum pada ilmu autodidak yang dimiliki Buya Hamka. Beliau mampu menyampaikan pemikiran Islam yang autentik dan itu sangat menarik perhatian para dosen Al-Azhar di Kairo," kata Haji Endang Suryana.
Pada 1962, dalam kiprahnya membina kaum muda Islam, pendidik Masjid Agung Al-Azhar memulai kegiatan Pramuka Gugus Depan dan kelas sore untuk Pendidikan Islam Al-Azhar (PIA).
Setelah Orde Lama tumbang, angin segar berembus di ranah edukasi, tak terkecuali dakwah Islam. Masjid Agung Al-Azhar mulai mendirikan lembaga pendidikan formal, pada 1967, diawali dengan TK Islam Al-Azhar (TKIA) dan seterusnya disusul SDIA, SMPIA, SMAIA, hingga Universitas Al-Azhar Indonesia.
Seiring perkembangan zaman dan kebutuhan umat, aktivitas di Masjid Agung Al-Azhar terus bertumbuh dan berkembang pesat. Awalnya kegiatan ibadah dan dakwah hanya diikuti oleh masyarakat sekitar, termasuk para pengayuh becak dan kuli bangunan.
Kini, jemaah Masjid Agung Al-Azhar datang dari berbagai lapisan umat, tidak saja mereka yang bermukim di kawasan elite Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, bahkan dari luar daerah seperti Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor dan lain-lain.
Berbagai macam kegiatan pendidikan, pembinaan umat dan syiar Islam di Masjid Agung Al-Azhar tidak dapat dilepaskan dari peran Buya Hamka sebagai Imam Besar di masjid ini.
Figur Buya dengan ceramah-ceramahnya yang senantiasa membawa kesejukan dengan pilihan kalimat-kalimat yang santun, telah mengikat perhatian umat di berbagai pelosok dearah.
"Banyak sekali sifat dari Buya Hamka yang bisa diteladani, beliau adalah sosok figur yang tidak mementingkan golongan, ini yang jarang sekali ditemukan pada pemimpin kita, beliau menjadi lintas tidak hanya golongan tetapi bisa merangkul semuanya," Ujar Haji Endang
Selama Ramadan ini, para pengelola Masjid Agung Al-Azhar mengadakan tausiah yang dilakukan setiap menjelang berbuka puasa dilengkapi dengan momen berbuka bersama dengan para pengujung masjid. Suasana damainya berkumpul bersama di sini menjadi salah satu berkah Bulan Suci Ramadan.
"Suasana buka puasa di sini terdapat tiga golongan. Pertama, mereka yang umumnya bisa dikatakan tidak mampu. Ke-dua, mereka orang-orang sepulang kerja. Ke-tiga mereka yang cukup mampu tapi bukan untuk mencari makanan tapi justru untuk mencari ketenangan, ingin merasakan suasana keruhanian," kata Haji Endang
Pada perayaan Idul Fitri 1436 H nanti, Masjid Agung Al-Azhar akan mengundang DR.H.M. Hidayat Nurwahid, MA sebagai khatib dan Drs. H. M. Bukhori Muslim, SQ sebagai imam. Salat Ied akan dilangsungkan di Lapangan hijau Masjid Agung Al-Azhar mulai pukul 07.00 WIB sampai selesai.
(vga/vga)