Jakarta, CNN Indonesia -- Hanya dua hari sebelum tewas tertembak dalam penyerangan ke kantornya awal tahun lalu, mantan pemimpin tabloid satire Perancis, Charlie Hebdo ternyata baru saja menuntaskan sebuah buku.
Buku yang digarap oleh Stephane Charbonnier itu berjudul
OPEN LETTER: On Blasphemy, Islamophobia and the True Enemies of Free Expression. Kini, buku itu siap diterbitkan, rencananya 2016 mendatang.
Diberitakan Time, buku itu pertama kali diterbitkan di Amerika Utara pada Januari 2016, kurang lebih setahun setelah penembakan. Ia diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh Little, Brown and Company.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Buku itu pas sekali dengan isu Islamofobia yang merebak setelah peristiwa penembakan. Charbonnier dan kartunis lain ditembak di kantor Charlie Hebdo oleh sekelompok fanatik, karena menggambar kartun Muhammad.
"Dalam
OPEN LETTER, kata-kata Charb sangat kuat dan provokatif. Saya merasa terhormat bisa menerbitkan karya penting dan terakhir ini, atas nama kebebasan berkeskpresi," tutur perwakilan Little, Brown and Company.
Reagan Arthur, perwakilan itu menambahkan, Little, Brown and Company harus membeli hak cipta buku itu dari penerbit Les Echappes. Sebelumnya, Les Echappes lah yang menerbitkan buku itu dalam bahasa Perancis.
Tragedi penembakan Charlie Hebdo terjadi 7 Januari 2015, menewaskan 11 orang, termasuk kartunis, editor, jurnalis, dan penjaga. Islamofobia pun merebak, dengan anggapan agama bisa menjadi pembungkam kebebasan berekspresi. Charlie Hebdo diserang karena memuat kartun Nabi, yang tabu bagi Muslim.
Peristiwa penembakan itu mendunia. Kartunis melawan lewat gambar kartun lain. Ada pula yang mengadakan long march. Dalam penyelenggaraan festival film, selebriti mengenakan bros "Je suis Charlie."
(rsa/vga)