icon-close

Foto sawah dan candi biasa menghiasi buku pariwisata Indonesia, namun tidak demikian Ini Negriku, A Visual Journey. Buku berisi karya sembilan pewarta foto ini menampilkan destinasi anti-mainstream. Seperti hasil bidikan Sumaryanto Bronto di Sorong.

Penggarapan buku Ini Negriku, A Visual Journey diawali dari proyek seribukata.com. Kesembilan pewarta foto sengaja membidik destinasi yang tidak terlalu terekspos, namun memiliki keindahan. Seperti senja di Sibolga yang diabadikan Yuniadhi Agung.

"Kuda bisa jadi lambang kuat bagi Indonesia," kata Mast Irham. Fotonya yang diambil di Pantai Kaliki, Labuan Bajo, ini dijadikan sampul buku Ini Negriku, A Visual Journey. Salah satu alasannya, agar pembaca tergerak sesekali mendengarkan suara alam.

“Berau bukan hanya Derawan,” kata Prasetyo Utomo. Menjelajah titik lain, ia menjumpai pria dari Dayak Kenyah yang sedang bersiap ke ladang di perkampungan Dayak Merasa Berau. “Ada beberapa Suku Mandar di situ dan suku lain, mereka bisa berbaur.”

Semula kurator Edy Purnomo menghindari foto matahari terbit dan terbenam, karena sudah biasa. Tapi ia sulit mengelak pesona karya Ahmad Zamroni di Tambulaka, Sumba. Saat memotret, sang fotografer teringat puisi Beri Daku Sumba karya Taufiq Ismail.

Selain menemui para biarawati di Biara Wajah Kudus, pengalaman tak terlupakan lain Peksi Cahyo di Ende, Nusa Tenggara, yaitu menyantap buah yang selama ini dihindari. “Pagi, disuguhi pisang oleh tuan rumah, saya harus makan, ternyata rasa pisang enak.”

Saat menyambangi Banyuwangi, Edy Purnomo melihat kebinekaan di mana terdapat perpaduan tradisi dan budaya Jawa, Madura, Bali. Selain melihat barong khas Bali di Banyuwangi, ia juga menjumpai patung penari gandrung di sudut Pantai Watudodol.

Berada di Tidore, Dita Alangkara membuat rangkaian foto yang menggambarkan kekhasan lokal: gunung, Islam dan sejarah. “Intinya, dengan berwisata di negeri sendiri, banyak sekali yang kita dapat,” katanya seraya memuji kesuksesan Kesultanan Tidore.

Saat menjejakkan kaki di Putussibau, Kalimantan Barat, Edy Purnomo menjumpai “raksasa,” dari wilayah konservasi terbesar se-Indonesia sampai danau terbesar se-Asia. Ia juga merasakan kedamaian di rumah Betang Malapi, di pinggir Sungai Kapuas.

Kamera Beawiharta sempat mengalami kerusakan saat digunakan di Langgur, Saumlaki, Ambon. Berbekal kamera cadangan, ia memotret pantai dan kehidupan. Hasilnya, foto dramatis pohon abadi di sebuah sore yang sederhana di Pulau Kei Kecil.

icon-chevron-left
icon-chevron-right