Jakarta, CNN Indonesia -- Ireng Maulana dikenal luas sejak jadi pengiring tetap di kuis musik TVRI Berpacu Dalam Melodi bersama bandnya, Ireng Maulana All Stars pada era 1980-an. Saat itu, dia sudah 20 tahun berkecimpung di bidang musik, khususnya jazz.
Pria kelahiran 15 Juni 1944 itu sejak remaja sudah menunjukkan minat yang besar pada jazz, hingga kemudian membantu sang kakak, musisi Kiboud Maulana. Sempat bergabung dengan grup Gelora Samudra pada 1960, namun kemudian memutuskan jalan sendiri di industri musik jazz.
Grup Ireng Maulana All Stars didirikan pada 1978 dengan anggota, antara lain Benny Likumahuwa (trombone), Hendra Wijaya (piano), Maryono (saksofon), Benny Mustapha (drum), Karim Tes (terompet), Roni, (bas), dan Ireng Maulana (gitar dan banjo).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelompok ini terus berkembang hingga terbentuknya Ireng Maulana Associates, organisasi tempat bergabungnya para musisi jazz di Jakarta. Dengan lembaga ini pula Ireng menggagas pesta musik jazz internasional Jakarta Jazz Festival (JakJazz Festival) pada 1988.
JakJazz Festival, yang digelar selama tiga hari, adalah pelopor festival musik jazz internasional di Indonesia. Dalam wawancara pada 2012, Ireng menyebut JakJazz punya kekhasan karena dasarnya aliran dixieland. Sebisa mungkin dia mengundang band-band beraliran dixieland ke gelaran tersebut.
Dalam perjalanannya, festival ini sudah melibatkan ribuan musisi lokal dan mancanegara, yakni lebih dari 30 negara dari Asia, Amerika, dan Eropa, serta tak terhitung lagi jumlah penonton. Ireng Maulana terus mengawal anak spiritualnya itu hingga gelaran terakhir JakJazz Festival, September 2015 lalu.
Gitaris Jubing Kristianto memiliki kesan khusus tentang Ireng Maulana. Jubing, yang baru saja melepas album solo gitar ke-lima,
Pagi Putih, lama sebagai wartawan Tabloid Nova (1990-2003).
Namun sebelumnya, pada 1988, dia pernah jadi wartawan lepas majalah musik
Mitra Musik, dan mendapat penugasan mewawancarai Ireng. Jubing menemui Ireng di hotel Hyatt-Aryaduta (sekarang Hotel Aryaduta), malam hari, saat Ireng dan grup musiknya bermain di restoran hotel.
“Beberapa hal yang mungkin tidak banyak diketahui, Ireng Maulana di awal kariernya pernah menekuni gitar klasik. Bahkan ia pernah menjadi koordinator guru-guru gitar klasik Yayasan Musik Indonesia (Yamaha),” tulis Jubing dalam akun Facebook-nya.
Ireng juga, tulis Jubing, pernah membuat album gitar klasik berjudul
Pop in Guitar (1977) yang memainkan lagu-lagu pop.
Pada dekade 1970-an itu juga bermunculan gitaris-gitaris lain, seperti Nelson Rumantir dan Michael Gan yang membuat album musik pop yang diaransemen ke solo gitar klasik. Merekalah perintis album gitar tunggal di Indonesia.
Salah satu track album
Pop in Guitar, yakni
Di Bawah Sinar Bulan Purnama (ciptaan Maladi) dipasang di Youtube. Ireng merekamnya dengan dua gitar: satu mengiring, satu memainkan melodi.
Walau judul albumnya “pop”, menurut Jubing, “Dari rekaman ini sudah terdengar nuansa jazz yang pekat.”
Dalam perjalanan karier musiknya, Ireng Maulana kemudian lebih memilih ke jalur jazz dan mengeluarkan tak kurang 17 album. Pada akhirnya, musik jazz pula yang kemudian membesarkan namanya, dan dia tutup usia di tengah gelaran festival jazz besar di Jakarta.
Selamat jalan, Om Ireng.
(sil)