Jakarta, CNN Indonesia -- Bisa dibilang, era 90-an sampai 2000-an merupakan era keemasan bagi lagu anak-anak di Indonesia. Karena belum ada lagi yang bisa melampaui kesuksesan era tersebut, hal ini semakin membuktikan kalau saat ini Indonesia sedang mengalami krisis lagu anak.
Pengamat musik yang juga merupakan jurnalis musik, Bens Leo, menyampaikan pendapatnya mengenai lagu anak saat ini di Indonesia. Menurutnya, lagu anak masih ada meski tidak banyak yang berhasil pasaran dan dikenal masyarakat.
"Sekarang ini label rekaman sudah jarang yang mau produksi lagu anak. Mereka pun juga sudah lama tidak mengakomodasi lagu anak," kata Leo saat diwawancarai oleh
CNN Indonesia pada Selasa (8/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Leo melanjutkan bahwa untuk produksi lagu anak tidak bisa bergantung pada label musik.
Orang tua dari anak-anak yang memiliki bakat menyanyi harus lebih kreatif, agar lagu anak bisa kembali eksis. Hal ini sudah pernah terbukti, setelah diterapkan oleh beberapa penyanyi lagu anak yang kini terhitung legendaris.
"Jika orang tuanya memiliki uang yang cukup, mereka bisa memproduksi lagu anak secara indie. Ini sudah berlangsung sejak lama dan berhasil. Salah satunya adalah Tasya Kamila. Saya kira dia merupakan penyanyi anak yang terakhir bisa meledak di pasaran," ujar Leo.
Saat itu, Tasya membuat album yang berisi lagu anak-anak karangan A.T Mahmud dan diaransemen oleh Dian H.P..
Album tersebut dititip edar lewat label musik Sony. Melihat album tersebut laku di pasaran, kemudian Sony membuat label khusus yang menaungi penyanyi anak dengan nama Sony Wonder.
Setelah Tasya beranjak dewasa, Sony Wonder tutup, karena tidak lagi ada lagu anak yang mampu menyamai kepopuleran lagu
Anak Gembala.Sebelum Tasya, hal itu juga dilakukan lebih dulu oleh Sherina.
Di bawah kontrol orang tuanya, Sherina memproduksi lagunya sendiri. Album yang diproduseri oleh Elfa Secoria ini titip edar di label musik milik Tantowi Yahya. Bahkan saat itu, album Sherina terjual hingga 400 keping dalam satu hari.
"Untuk saat itu 400 keping terjual dalam sehari sangat luar biasa. Bayangkan berapa dalam seminggu, pabrik pasti kesulitan mencetak album itu. Bahkan, sampai dibuat film dan sukses juga," kata Leo.
"Saya melihat anak-anak menyanyikan lagu selingkuh, lalu dikomentari oleh juri bahwa teknik vokal sudah bagus, aksi panggung bagus tetapi ekspresinya kurang. Bagaimana bisa seorang anak mengekspresikan selingkuh, sedangkan dia sendiri masih kecil dan belum mengerti artinya?"Bens Leo, pengamat dan wartawan musik. |
Leo menyayangkan belum ada lagi lagu anak yang seperti itu. Ia mengatakan bahwa langkanya lagu anak di Indonesia disebabkan oleh kurangnya ruang promosi.
Tidak seperti dulu, saat ini televisi di Indonesia seakan kurang tertarik untuk menyiarkan acara untuk mempromosikan lagu anak.
Sekalinya ada, menurut Leo, anak-anak malah diminta membawakan lagu yang sedang hits, agar tayangannya lebih laku ditonton demi mendapatkan iklan.
"Saya melihat anak-anak menyanyikan lagu selingkuh, lalu dikomentari oleh juri bahwa teknik vokal sudah bagus, aksi panggung bagus tetapi ekspresinya kurang. Bagaimana bisa seorang anak mengekspresikan selingkuh, sedangkan dia sendiri masih kecil dan belum mengerti artinya?" ujar Leo miris.
Sependapat dengan Leo, Tasya, yang diwawancara terpisah juga mengkhawatirkan hal yang serupa. Menurutnya, televisi saat ini lebih mementingkan keuntungan.
"Memang sempat ada acara televisi yang mempromosikan lagu anak. Baru sebentar tayangannya sudah di drop karena ratingnya tidak tinggi. Seharusnya kan bisa dikaji dulu seperti, apa baiknya supaya tetap ada," kata Tasya.
Selain itu, penyanyi cilik yang pernah berkolaborasi dengan band Sheila On 7 ini juga mengatakan bahwa kurangnya sanggar anak juga menjadi salah satu faktor langkanya lagu anak.
Ditambah lagi, menurut Tasya, saat ini belum ada yang berani untuk berinvestasi di lagu anak, karena merasa belum tentu mendapatkan keuntungan.
"Lagu anak-anak mungkin tetap ada, tapi semakin kurang ruang untuk promosi. Sehingga lagu anak di Indonesia seperti industri yang hidup segan mati tak mau," ujar Tasya menutup pembicaraan.
(ard)