Lokananta, Sejarah yang Tak Ingin Dilupakan

Ardita Mustafa | CNN Indonesia
Sabtu, 16 Apr 2016 09:04 WIB
Lokananta pernah menjadi pusat hiruk pikuk industri musik Indonesia. Kini, masihkah ada yang ingat bagian dari sejarah yang sudah berusia 60 tahun itu?
Bangunan Lokananta yang masih berdiri gagah di Solo, Jawa Tengah. (CNN Indonesia/Ardita Mustafa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hamparan sawah dan permukiman penduduk yang lapang menjadi pemandangan dari atas pesawat sebelum mendarat di Bandara Adisumarmo, Solo, Jawa Tengah.

Saat menjejakkan kaki di sana, suasana tenang langsung terasa. Tidak ada keramaian seperti Jakarta, atau mungkin Yogyakarta, yang disebut-sebut sebagai kota kembar Surakarta, nama lain Solo. Tapi siapa sangka, di balik suasana yang tenang saat ini Solo pernah menjadi pusat hiruk pikuk industri musik Indonesia?

Salah satu saksi bisu masa keramaian Solo ialah bangunan bernama Lokananta. Sebuah perusahaan rekaman yang berada di Jalan Ahmad Yani Nomor 379, Kerten, Solo.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mbak mau ke Lokananta? Lho, memangnya masih buka yo? Sudah lama saya enggak pernah lihat ada kesibukan di situ," kata seorang supir taksi yang sempat berbicang dengan CNNIndonesia.com di Solo, pada Senin (11/4).

Nama Lokananta kini memang hampir tidak terdengar. Kalaupun ada, namanya kembali disebut-sebut setelah tiga tahun lalu Glenn Fredly merilis album Live at Lokananta. Setelahnya, nama itu kembali redam.

Ia bagai sejarah yang sedang berusaha tidak dilupakan. Berdiri sejak 29 Oktober 1956, perusahaan ini dicetuskan oleh R. Maladi, Menteri Penerangan dan pemimpin Radio Republik Indonesia (RRI) kala itu.

Dulu, Maladi ingin Lokananta menjadi pusat produksi dan distribusi materi siaran RRI agar tidak tergerus musik Barat.

Nama Lokananta sendiri berarti perangkat gamelan surgawi dalam cerita pewayangan Jawa. Nama itu dipilih karena terinspirasi dari lantunan indah yang berasal dari gamelan milik Kyai Sri Kuncoro Mulyo.

Lima tahun kemudian, terbit Peraturan Pemerintah No. 215 Tahun 1961 yang menetapkan Lokananta sebagai label rekaman spesialisasi lagu-lagu daerah, pertunjukan kesenian serta penerbitan buku dan majalah.

Foto jajaran pimpinan Lokananta di masa lalu. (CNN Indonesia/Ardita Mustafa)
Banyak musisi legendaris Tanah Air yang merekam lagu di sini, mulai dari Gesang, Sam Saimun, Waldjinah, Bubi Chen hingga Jack Lesmana.

Bahkan dokumentasi negara, seperti aransemen instrumental lagu Indonesia Raya gubahan Jos Cleber dan pidato Presiden Soekarno saat membuka Konferensi Asia Afrika 1955 juga pernah direkam di Lokananta.

Hingga era '80-an, tercatat Lokananta telah berhasil memproduksi sekitar 100 ribu keping kaset. Memasuki akhir era 90-an, pembajakan kaset dan compact disc (CD) merajalela.

Lokananta pun harus meregang nyawa, setelah Presiden Abdurrahman Wahid membubarkan Departemen Penerangan, yang menaunginya.

Beberapa tahun setelah berhenti berproduksi, pemerintah kembali memperhatikan Lokananta, dengan melikuidasinya di bawah Perusahaan Percetakan Negara.

Setelah dilikuidasi, proses penyelamatan sekitar 5.000 arsip bersejarah berupa master rekaman dimulai di sana.

Terlupakan atau Dilupakan?

Hingga saat ini usaha penyelamatan Lokananta terus berlangsung. Sejumlah musisi muda merekam karya di sana, selain Glenn Fredly ada juga White Shoes and the Couples Company, Shaggydog dan Pandai Besi.

Gerakan #SaveLokananta pun ikut didengungkan di media sosial, sebagai pengingat kalau ada sejarah kebanggaan yang hampir dilupakan.

Wahyu Nugroho, penulis musik dan salah satu penggerak #SaveLokananta, menganggap usaha penyelamatan Lokananta bukan hanya urusan anak muda, melainkan juga Pemerintah.

Pria yang juga berkarier sebagai vokalis band Bangkutaman ini menganggap perhatian pemerintah menjadi pucuk dari gerakan akar rumput yang selama ini ada.

"Kalau menurut saya, pemerintah harus ikut turun tangan juga. Percuma aja kalau gerakannya cuma di media sosial," kata Acum, begitu ia biasa disapa, ketika ditemui CNNIndonesia.com di Jakarta pada akhir Maret.

"Mungkin bisa menghibahkan dana untuk membeli peralatan pencetak rekaman fisik atau membangun studio rekaman baru. Dengan adanya aktifitas, pasti Lokananta bisa bergairah kembali," ujarnya.

Foto karyawan Lokananta saat awal berdiri. (CNN Indonesia/Ardita Mustafa)
Dengan diselamatkannya Lokananta, Acum menganggap sejarah dan industri musik Indonesia bisa ikut terselamatkan.

Berbicara tentang sejarah, saat ini masih banyak ribuan master rekaman sejak era '50-an yang ditumpuk begitu saja di sana, karena terbatasnya ruang penyimpanan yang memadai dan tenaga kerja yang menangani.

Keadaan ini seharusnya menjadi sindiran bagi Pemerintah yang selalu berkata "Bangsa yang besar ialah bangsa yang tidak melupakan sejarah."

"Belum tentu musisinya menyimpan masternya atau mungkin masternya malah dimiliki oleh kolektor asing. Kan sangat disayangkan ya kalau tidak segera ditangani. Masa kita harus melupakan kalau pernah ada rekaman-rekaman musik legendaris dari sana?" ujar Acum.

Mengenai industri musik, Acum berpendapat kalau kebangkitan Lokananta bisa ikut membangitkan gairah membeli rekaman fisik musik.

Layanan musik digital mungkin sudah ada, tapi buah tangan karya musik anak bangsa seharusnya juga jangan dilupakan, karena itu salah satu cara sederhana mengapresiasi mereka.

"Saat ini orang mengoleksi rekaman fisik karena sedang tren. Tapi apakah kita harus terus membeli rekaman fisik musisi asing?" kata Acum.

"Kalau Pemerintah bisa mendukung Lokananta berproduksi lagi, rekaman fisik musisi lokal nantinya jadi semakin membanjiri pasar. Tren mengoleksi nantinya juga lebih panjang umur dan meluas ke berbagai kalangan. Apresiasi masyarakat Indonesia terhadap seni pun meningkat," lanjutnya.

Alat pengganda kaset di Lokananta. (CNN Indonesia/Ardita Mustafa)
Hampir 12 tahun setelah dilikuidasi, Lokananta kini terus berjuang dan bertahan menghidupi sejarah di tengah senyapnya kota Solo.

Rekaman musik para musisi muda dan penjualan merchandise sedikit banyak membantu Lokananta yang mulai kembali memproduksi 3000 keping kaset dan CD setiap bulannya.

Sedikit demi sedikit, usaha itu terbilang lumayan untuk membayar keringat kerja keras para karyawannya yang masih setia.

Tapi bagaimana dengan bulan depan atau tahun depan? Apakah masih ada rekaman musik dari Lokananta yang bisa dibeli saat perayaan Record Store Day 2026? Ataukah kita memang sudah harus membuang alat pemutar rekaman fisik dan melupakan sejarah yang telah berusia 60 tahun itu?

(ard/meg)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER