Jakarta, CNN Indonesia -- Siapa mengira emoji, ikon yang menggambarkan ekspresi senang, sedih atau marah itu, kini berkembang sangat pesat dalam berbagai bentuk.
Shigetaka Kurita, pencipta emoji pertama asal Jepang mungkin juga tidak pernah mengira kalau apa yang ia buat melahirkan berbagai emoji lainnya dan menjadi alat komunikasi yang populer seperti saat ini.
Dikutip dari
The Guardian, Kurita awalnya mendesain 176 emoji yang ia rilis pada Februari 1999 untuk ponsel Jepang, tidak lebih dari lima emoji bergambar bulan, tiga penunjuk waktu (jam tangan, jam dinding dan jam pasir), serta dua payung (terbuka dan tertutup).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya Kurita mengandalkan bahwa emoji ini akan bersifat universal dan bisa dipakai oleh siapa saja. Kini, ada lebih dari 1.800 emoji yang digunakan oleh hampir 90 persen pengguna online di dunia.
Satoe Haile, desainer emoji di Google, menamakan emoji sebagai 'alat komunikasi yang melampaui bahasa', tanpa ada persolaan batasan lokasi dan pengucapan.
Meski demikian, ada juga yang menganggap emoji hanyalah ikon kecil tak bermakna, seperti yang pernah dilontarkan kritikus seni, Jonathan Jones tahun lalu, yang menurutnya merupakan penurunan dalam bahasa komunikasi manusia.
Ikon panah, atau hierogliph, kata Jones, tidak akan pernah melahirkan karya sastra agung seperti Iliad ataupun Odysse, karena, kata yang ditulis lebih mudah diadaptasi dibanding emoji.
Akan tetapi, emoji menawarkan hal lain yakni sebagai pengganti kata-kata tulisan, lewat cara yang dipersingkat, serta ada emosi, ironi atau kesenangan pada sebuah pesan yang ingin dikirimkan.
Mereka yang menggunakan emoji membuktikan pada kritikus bahwa emoji tidaklah susah diadaptasi.
Sebagai contoh, penggunan emoji terong ungu untuk menyimbolkan alat vital. Penggunaan emoji ini meluas, dan bahkan Instagram pada 2015 melarang pencarian internet dengan emoji terong ungu ini, didorong kekhawatiran akan penanda pornografi.
Penyesuaian emojiPada 2015, Unicode, konsorsium berpusat di California, AS, membuat standar penggunaan piktograf di internet ini, dengan menambahkan penanda warna kulit di emoji--yang tak lagi hanya putih tapi juga ada yang berwarna, dan hitam.
Pembaharuan terakhir, akan dibuat adanya berbagai macam profesi yang juga melibatkan tidak hanya jenis kelamin laki-laki dan wanita, tapi juga androgini.
Perluasan makna dan simbol juga berlaku di bahasa kanji Jepang misalkan unutk menggambarkan 'berisik' dengan tiga gambar perempuan yang disusun berderet. Sementara kanji untuk 'istri' disimbolkan dengan 'rumah' dan 'di dalam'.
Proses membuat emoji ini juga menjadi menarik karena menggunakan simbol, misalkan mengetik 'U+1F63B' untuk membuat emoji 'gambar muka kucing dengan mata berbentuk hati'.
Hasilnya, ponsel Apple menampilkan kucing kuning dengan mulut terbuka, sementara ponsel Android menerjemahan kucing hitam dengan mulut tertutup.
Mark Davis, yang kini 63 tahun, dan bekerja di Google, membantu penyesuaian simbol Unicode saat bekerja di Apple di Jepang.
Versi terbaru dari Unicode terdiri dari 128.000 karakter meliputi 135 simbol modern dan kuno, dan emoji yang terus bertambah setiap tahunnya.
Emoji baru dapat diajukan oleh perusahaan swasta dan juga oleh masyarakat. Penambahan tidak dapat dibeli, tapi lebih dipertimbangkan oleh panel tertentu yang akan melihat potensi untuk dimunculkan, dan perbandingan dengan emoji yang sudah ada.
Kini, setiap sistem operasi, laptop, ponsel dan bahkan internet mengacu pada emoji yang disusun oleh Unicode.
(rsa)