Jakarta, CNN Indonesia -- Kekerasan seksual yang dialami kaum perempuan masih meningkat. Itu dapat dilihat melalui kesimpulan yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Berdasarkan catatan tahunan 2016, Komnas Perempuan merangkum laporan penting dan menyimpulkan bahwa pada 2015 kekerasan terhadap perempuan memperlihatkan pola meluas.
Tak dimungkiri, kejadian demikian pun ada di lingkungan kreatif seperti industri perfilman. Salah satunya, kejadian yang dialami aktris Hollywood Maria Schneider. Ia diperkosa di depan layar demi sang sutradara mendapatkan ekspresi natural sang aktris dalam film
Last Tango in Paris (1972).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
T
entu kejadian itu menjadi pukulan dan trauma bagi Schneider sendiri selama bertahun-tahun. Sampai-sampai ia terjerat ketergantungan obat terlarang untuk memerangi depresinya.
Sutradara Kamila Andini yang ditemui saat penayangan dan diskusi film miliknya di Jakarta, pada Jumat (16/12), menyatakan tak pernah setuju dengan adanya hal semacam itu di dunia perfilman.
Kamila berpendapat bahwa konteks seksual di perfilman Indonesia tidak terlalu menonjol.
"Kayaknya kalau di Indonesia konteks seksual di perfilman masih sangat
soft. Maksudnya kalau ke arah sana pasti disensor, tidak mungkin terjadi sampai ke situ," ujarnya.
Tapi lantas Kamila berpikir dan mengatakan bahwa hal itupun bukan tidak mungkin dapat terjadi melihat kondisi korban di Indonesia kebanyakan tak mau bicara.
"Bagaimana pun di kita untuk membicarakan soal kayak gitu masih malu dan tabu," katanya.
Tak ingin melulu 'tutup mulut,' Kamila pun tergerak membuat film yang antara lain berfokus pada perempuan dan ajakan agar lebih berani vokal.
"Film yang saya buat mengajak untuk berani berkata 'tidak' untuk yang kita alami, karena kita punya hak untuk diri kita. Baik itu di wilayah mana pun, sedang bermain film, karena itu sangat bisa dibicarakan," kata Kamila menegaskan.
Kamila sendiri mengaku pernah mendengar adanya skandal di balik layar. Meski yang didengarnya masih berupa berita secara umum.
"Tentu saya benar-benar tidak setuju, walau dalam dunia yang saya geluti sekalipun. Saya tidak pernah setuju dengan kekerasan," kata Kamila menanggapi.
Dia menambahkan, "Terlalu banyak orang oportunis menggunakan alasan apa pun untuk melakukan itu kepada perempuan, dan semua bidang tidak hanya film tapi lainnya juga."
Kamila bersyukur bahwa dalam lingkungannya sendiri, ia bekerja dengan orang-orang yang profesional. Sehingga ia pun mengaku tak pernah menemui hal itu di lingkungan terdekatnya.
Harapnya, kejadian itu tak terjadi atau dilakukan di Indonesia. "Ya, untuk laki-laki itu bentuk kejahatan yang tidak bisa dilakukan, untuk perempuan harus lebih pintar dan berani bilang, 'tidak,'" ujarnya berpesan.
"Dan pemerintah harus punya tindakan hukum untuk hal-hal seperti itu. Menurut saya, kalau tidak, orang akan dengan mudahnya melakukan itu terus," imbuh Kamila berharap.
Temuan Komnas Perempuan mencatat bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak hanya terjadi di ranah domestik atau rumah tangga maupun dalam relasi perkawinan, tetapi juga terjadi meluas di masyarakat umum.
Komnas Perempuan membagi persoalan kekerasan terhadap perempuan menjadi tiga wilayah atau ranah yaitu, Kekerasan Personal (KDRT/Relasi Personal), Ranah Komunitas dan Ranah Negara.
Bentuk kekerasan yang terbesar adalah kekerasan dalam bentuk fisik dan seksual. Bila tahun lalu kekerasan seksual menempati peringkat ke-tiga, tahun ini meningkat di peringkat dua, yaitu dalam bentuk perkosaan sebanyak 72 persen, dalam bentuk pencabulan sebanyak 18 persen, dan pelecehan seksual lima persen.
(vga/vga)