Jakarta, CNN Indonesia --
Kasih ibu kepada betaTak terhingga sepanjang masaHanya memberi, tak harap kembaliBagai sang surya menyinari duniaLagu itu hanya sepotong dan sederhana. Dinyanyikan pun tak setiap masa. Paling sering didengar saat perayaan Hari Ibu yang jatuh setiap tanggal 22 Desember. Namun ia begitu membekas dan memiliki makna dalam tentang besarnya pemberian dan kasih sayang seorang ibu.
Haru, bulu kuduk merinding, terasa setiap mendengar atau mendendangkan lagu itu. Air mata pun terasa ingin jatuh karena mengingat pengorbanan seorang ibu di dalam hidup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pencipta lagu nan indah dan mengharukan itu ternyata bukan seorang perempuan atau pun ibu. Ia justru pria, bernama SM Mochtar alias Mochtar Embut. Asalnya pun dari Makassar, Sulawesi Selatan, yang selama ini dikenal sebagai salah satu daerah berkarakter kasar.
Namun Mochtar berhati lembut. Pria kelahiran 5 Januari 1934 itu sudah menunjukkan bakat bermusik sejak kecil, dan akhirnya tumbuh menjadi seorang pencipta lagu anak.
Kemahiran Mochtar bermain piano didapat secara otodidak. Ketertarikannya pada musik berlanjut sampai dewasa, tapi ia memilih mengenyam pendidikan tinggi di jurusan Bahasa Perancis pada Fakultas Sastra di Universitas Indonesia. Tapi ia tetap bermusik.
Ia bahkan mendapat beberapa kesempatan beasiswa di sekolah musik di Jepang semasa kuliah. Namun, entah kenapa tawaran itu justru ia tolak. Mochtar lebih memilih mengenalkan karya-karyanya di Indonesia. Tapi, ia sangat pemalu. Saat mulai dikenal sebagai pencipta lagu, Mochtar kembali bersembunyi. Ia tak suka diekspos soal keahliannya menciptakan lagu.
Walau sempat menolak mengambil sekolah musik di Jepang, Mochtar tetap berkesempatan menorehkan prestasi. Kala ada festival lagu pop internasional di Jepang pada 1971, lagu ciptaan Mochtar yang berjudul
With the Deepest Love from Jakarta memperoleh penghargaan.
Uniknya, saat itu para peserta festival tidak tahu bahwa penciptanya ada di tengah mereka. Di festival itu diam-diam Mochtar pun tampil sebagai dirigen orkestra yang mengiringi lagunya. Mochtar pun jadi orang Indonesia pertama yang pernah menjadi dirigen di Tokyo.
Sayangnya, selang dua tahun mendapat penghargaan itu, Mochtar meninggal dunia karena penyakit liver dan kanker hati, di Bandung pada 20 Juli 1973, dalam usia 39 tahun.
Selain dikenal sebagai pencipta lagu anak, Mochtar juga salah satu komponis seriosa yang tembang karyanya bersifat puitis. Ia dapat mengolah dan memadukan harmoni musik dengan musikalisasi karya puisi.
Mochtar sudah menggubah sajak-sajak dari tokoh-tokoh sastra Indonesia seperti WS Rendra, Chairil Anwar dan Usmar Ismail menjadi komposisi musik dan lagu.
Semasa hidupnya, Mochtar telah menciptakan lebih dari 100 lagu. Beberapa lagu miliknya telah menjadi bagian abadi dalam sejarah musik Indonesia, seperti
Di Wajahmu Kulihat Bulan, Di Sudut Bibirmu, dan
Tiada Bulan di Wajah Rawan.Kontribusi musik Mochtar juga mencapai kancah politik, dengan menciptakan lagu
Mars Pemilu yang digunakan sebagai mars Pemilihan Umum di Indonesia. Mochtar pun turut menciptakan
Lagu KB untuk membantu menyukseskan gerakan Keluarga Berencana yang dimulai pada 1970-an.
Lagu tersebut menjadi sangat populer dan akhirnya menjadi lagu wajib anak-anak sekolah mulai dari Sekolah Dasar. Kala masih bersekolah di SMA Yayasan Perguruan Cikini, Mochtar juga sempat menjadi guru musik dari Guruh Soekarnoputra.
Jauh sebelum wafat, Mochtar sempat menyelesaikan
Kumpulan Lagu Populer I, sebuah buku yang memuat 27 lagu rakyat Indonesia dan sembilan lagu barat.
"Dengan buku ini saya bermaksud mengetengahkan kepada dunia luas bahwa Indonesia juga memiliki lagu-lagu rakyat yang cukup berbobot," kata Mochtar kala itu.
(rsa)