Jakarta, CNN Indonesia -- Film
live-action The Jungle Book masuk dalam deretan nominasi Oscar 2017 untuk kategori Best Visual Effects. Seniman efek visual film ini, Andrew R. Jones mengungkapkan pihaknya menempuh berbagai strategi untuk mendapatkan hasil efek visual terbaik untuk filmnya.
Jones merasa beruntung saat mengetahui bahwa The Jungle Book masuk ke dalam nominasi Visual Effects melawan empat film
box-office lainnya, yakni Deepwater Horizon, Kubo and the Two Strings, Doctor Strange, dan Rogue One: A Star Wars Story.
Ini bukan pertama kalinya bagi Jones menjadi nominasi Oscar. Sebelumnya, namanya masuk dalam barisan nominasi kategori Best Visual Effects dengan film I, Robot (2004), meski harus rela kalah dari Spider-Man 2. Ia kembali menjadi nominasi dan akhirnya memenangkan piala ajang bergengsi itu dengan film mega-hit Avatar (2009).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Saya lumayan beruntung telah menjadi nominasi kembali. Ini adalah kategori yang sulit dan dinominasikan oleh banyak orang. Banyak karya bagus yang dihasilkan setiap tahun, jadi anda hanya perlu memilih proyek yang tepat dan beruntung. Saat ini banyak [animator] dengan karya indah, namun kadang cerita filmnya tidak memuaskan banyak orang,” ujarnya kepada
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.
Jones menuturkan, The Jungle Book merupakan karya yang paling menantang sejauh ini, meski dirinya telah menghasilkan sejumlah film box-office sebelumnya, termasuk Avatar. Meski demikian, menurutnya, The Jungle Book lebih menantang kreativitas para seniman efek visual dibanding film lainnya.
“Di Avatar, kami memiliki sejumlah aktor yang menampilkan kemampuannya, sehingga kami bekerja membuat makhluk-makhluk, avatar, dan detail lainnya. Saya juga harus memastikan bahwa setiap karakter manusia beralih menjadi karakter
computer-generated dengan benar, sehingga lebih banyak tantangan dalam segi teknis,” katanya.
“Sedangkan The Jungle Book itu lebih menantang kreativitas dengan bagaimana para animator menciptakan karakter animasi menjadi benar-benar hidup,” imbuhnya.
Jones berpandangan, menghidupkan karakter-karakter dalam The Jungle Book bukanlah perkara mudah. Ia bersama timnya harus bisa menampilkan seluruh detail binatang, tumbuhan, serta fenomena alam yang muncul dalam film yang disutradarai oleh Jon Favreau ini dengan sangat indah dan realistis.
Karenanya, Jones melakukan riset mendalam tentang perilaku hewan, terutama serigala dan harimau. Ia mencari tahu bagaimana gestur tubuh hewan-hewan itu, sehingga bisa mencocokkannya dengan karakter yang dibuat. Selain itu, ia mengirim tim untuk mengunjungi beberapa hutan untuk membuat ilustrasi latar, seperti rimba, pepohonan, air terjun, dan lain sebagainya.
“Membutuhkan waktu dua tahun untuk membuat film ini. Saya terlibat dari awal hingga diskusi soal bagaimana film ini akan dibuat dengan sangat realistis dan indah,” katanya.
"Kami ingin orang berpikir bahwa mereka benar-benar sedang menonton binatang asli, meski itu tidak mungkin karena mereka [binatang yang muncul dalam film ini] bisa berbicara."
Menurutnya, hal tersebut merupakan tantangan terbesar dalam mengubah gambar animasi menjadi sebuah film. Hal itu membuat film memiliki karakter yang dipercaya ada, padahal karakter melakukan hal yang tidak bisa dilakukan di dunia nyata.”
Tak berhenti di sana, tantangan selanjutnya adalah bagaimana membuat aktor cilik Neel Sethi bisa mendalami karakter Mowgli dengan baik. Pasalnya, selain usianya yang masih muda, Sethi merupakan satu-satunya pemain manusia yang berakting dalam film ini.
“Ini pertama kalinya Neel berakting secara profesional di depan kru kamera. Jon bekerja sangat baik untuk membuat Neel merasa nyaman, rileks, dan natural. Jon biasanya mengajak Neel mengobrol hal-hal yang menarik agar bisa mendapatkan momen. Selain itu, ada pelatih akting juga yang datang membantu kami mendapatkan reaksi emosional Neel,” ujarnya.
(gir)