Jakarta, CNN Indonesia -- Penyanyi
Didi Kempot meninggal dunia pada Selasa (5/5), meninggalkan jejak sebagai maestro campursari yang menjadi 'lord' para sobat ambyar.
Jauh sebelum mendapatkan titel 'The Godfather of Broken Heart', darah seni sudah mengalir di dalam pria bernama lengkap Dionisius Prasetyo ini.
Lahir pada 31 Desember 1966, Didi tumbuh di tengah lingkungan seni. Sang ayah merupakan seniman tradisional terkenal, Ranto Edi Gudel atau yang akrab disapa Mbah Ranto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah proses pencarian jati diri selama bertahun-tahun, Didi Kempot akhirnya bisa menjadi maestro campursari.
Pencariannya dimulai pada dekade 80-an, ketika ia sedang mengamen di Surakarta. Kala itu, Didi hanya membawakan lagu-lagu lawas berbahasa Jawa dan juga karya sendiri, seperti Wen Cen Yu.
Kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu, Didi mengatakan belum mengetahui genre lagu-lagu itu merupakan campursari atau tidak. Ia juga bahkan tak langsung melabeli lagu-lagunya bergenre campursari.
Musik campursari mulai dikenal luas akhir dekade 80-an, ketika mendiang Anto Sugiartono alias Manthous menampilkan musik tersebut ke publik.
Saat Didi Kempot masuk studio rekaman di Jakarta pada 1989, ia masih membawa musik yang selama ini dimainkan. Didi akhirnya menetapkan genre musik setelah menggarap aransemen bersama Pompi Suradimansyah.
Selama berkarier, Didi Kempot banyak menulis lagu bertemakan patah hati dan kehilangan. Menurutnya, lagu-lagu tersebut bisa dirasakan banyak orang karena masyarakat rata-rata pernah mengalami hal itu.
Keinginannya untuk lebih dekat dengan masyarakat juga membuatnya kerap menggunakan nama-nama tempat di judul dan lirik lagunya.
[Gambas:Video CNN]Hal tersebut membuat Didi Kempot didaulat sebagai The Godfather of Broken Heart. Sementara itu, para penggemar musiknya melabeli dirinya sebagai Sadboys dan Sadgirls yang tergabung dalam Sobat Ambyar.
Kecintaan masyarakat terhadap lagu-lagu Didi Kempot bahkan sempat membuat Presiden Joko Widodo mengimbau kementerian dan lembaga menggunakan lagu-lagu sang maestro untuk membumikan Pancasila.
Didi Kempot layak disebut legenda karena memiliki kemampuan bermusik luar biasa. Selama 30 tahun lebih menjalani karier bermusik, ia telah merilis puluhan album dan membuat lebih dari 700 lagu.
Sebelum meninggal dunia, Didi Kempot berencana menggelar konser akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada 10 Juli 2020. Namun, kala itu konser bertajuk Ambyar Tak Jogeti terpaksa ditunda hingga 14 November 2020 akibat pandemi virus corona.
(chri/has)