Sederet artis Thailand mulai buka suara menanggapi aksi yang terjadi di negara mereka belakangan ini, termasuk penembakan meriam air dari aparat kepada peserta aksi damai di Bangkok pada Jumat (16/10).
Salah satu yang berkomentar ialah Nichkhun Buck Horvejkul yang buka suara melalui cuitan pada Sabtu (17/10).
Musisi sekaligus aktor yang dikenal sebagai Thai Prince dan juga anggota boyband 2PM ini mengatakan tak bisa diam saja melihat kondisi terbaru dari aksi yang telah berlangsung sekitar tiga bulan terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tak tahan melihat kekerasan. Kekerasan tidak bisa dimaafkan. Pastikan semua orang selamat," cuit Nichkhun.
Ia juga berpesan kepada fan 2PM atau yang kerap disapa sebagai HOTTEST tetap sehat dan selamat ketika mengikuti aksi.
"HOTTEST harus jaga diri kalian baik-baik," tulisnya.
Tak hanya Nichkhun, Miss Universe Thailand 2020, Amanda Obdam, turut bersuara melalui media sosialnya. Ia mengunggah beberapa foto seperti ketika meriam air ditembakkan kepada pengunjuk rasa, serta peserta aksi yang berhadapan dengan polisi anti huru hara.
"Satu gambar mengatakan seribu kata. Kekerasan tidak pernah menjadi jawaban. Tugas anda adalah melindungi masyarakat, bukan melukai mereka," tulis Amanda.
Seperti dilansir AFP, suara serupa juga diberikan mantan ratu kecantikan Thailand Maria Poonlertlarp serta anggota BNK48 Milin 'Namneung' Dokthian.
Seruan itu datang silih berganti setelah banyak warganet Thailand yang menyerukan kekecewaan terhadap idol dan artis asal negeri gajah putih yang memilih bungkam atas aksi protes pro-demokrasi pada September 2020.
Penyiraman air kepada peserta aksi serta penutupan sebagian besar transportasi kota menjadi langkah tegas aparat untuk menggagalkan aksi. Lebih dari 50 orang, termasuk pimpinan aksi, ditangkap polisi dalam satu pekan terakhir.
Masyarakat Thailand berbondong-bondong memenuhi jalan, menentang aturan larangan demonstrasi, demi menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha, mantan panglima militer yang berkuasa dalam kudeta 2014.
Kendati demikian Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha berkeras bertahan dan tak akan mengundurkan diri walau aksi sudah membuat pemerintah sepakat mengambil keputusan untuk menetapkan status darurat nasional selama 30 hari yang dimulai Jumat (16/10).
(chr/fea)