CERITA DI BALIK STUDIO

Eksplorasi 'Liar' The Panturas Lewat Album Ombak Banyu Asmara

CNN Indonesia
Minggu, 12 Sep 2021 17:50 WIB
The Panturas baru saja merilis album keduanya berjudul Ombak Banyu Asmara. Mereka mengaku melakukan eksplorasi yang cukup liar di album kedua. (Foto: Arsip The Panturas)
Jakarta, CNN Indonesia --

Selama 13 bulan diliputi pandemi virus Corona, The Panturas meracik musik untuk menyelesaikan album kedua mereka. Ombak Banyu Asmara tajuknya.

The Panturas yang mengusung genre surf rock kontemporer seakan tak bisa lepas dari hal berbau lautan. Selain karena tajuk album kedua, tetapi juga karena citra yang mereka tampilkan sejak merilis album perdana, Mabuk Laut (2018).

Dalam sesi dengar pada Kamis (9/9) malam, drummer Surya Fikri Asshidiq mengibaratkan Ombak Banyu Asmara sebagai perjalanan yang berlanjut dari Mabuk Laut.

Anak-anak The Panturas seperti sedang berlayar ke berbagai tempat berbeda. Tempat-tempat itulah yang memberikan mereka referensi musik dan tema lagu yang belum sempat terjamah di penggarapan album pertama.

"Kami selama beberapa tahun ini kayak menemukan beberapa hal baru dan musik yang baru kami dengar, kemudian kami tumpahkan di sini. Banyak eksplorasi di sini," kata Kuya, sapaan karib Surya.

Bila didengarkan, eksplorasi musik The Panturas hampir terasa di semua lagu Ombak Banyu Asmara. Meski masih didominasi instrumen gitar dengan reverb yang menjadi khas surf rock, ada beberapa lagu yang eksplorasinya cukup liar.

Tafsir Mistik misalnya. Lagu ini sangat kental dengan elemen musik melayu, mulai dari suara instrumen akordeon, ketukan drum, sampai scale gitar. The Panturas sukses mengawinkan surf rock dengan musik melayu.

Begitu pula dengan lagu Masalembo yang tak kalah liar dan menjadi lagu yang paling beda dari yang lain. Mereka mencampurkan surf rock dengan rockabilly. Vokal Nesia Ardi yang ciamik melengkapi lagu ini.

The Panturas sendiri tidak menyangka bahwa genre surf rock sangat luas dan bisa dikawinkan dengan berbagai genre lain. Saat menggarap album pertama mereka sempat khawatir akan jalan di tempat, seperti 'terkurung' dengan surf rock.

"Kalau membatasi musik jelas, karena (surf rock) itu musik yang pengin kami mainkan. Tapi ternyata eksplorasi surf rock belum terbataskan, belum ketemu batasnya," kata vokalis Abyan Nabilio alias Acin.

Acin mengaku musisi asal Jepang, Takeshi Terauchi, menjadi salah satu yang paling menginspirasi soal petikan gitar. Musisi lain yang turut menginspirasi adalah Yanti Bersaudara dan Wilmot Houdini.





Bukan hanya musik, Ombak Banyu Asmara juga menjadi wahana eksplorasi tema lagu bagi The Panturas. Menurut pemain bass Bagus Patria alias Gogon, hal itu terlihat jelas dari lagu bertema laut yang minim.

"Kalau dulu hampir semua lagi berkaitan dengan laut, atau sesuatu di daratan dengan metafora laut. Kalau sekarang lebih luas, misalnya lagu Balada Semburan Naga, Jim Labrador, atau Tipu Daya," kata Gogon.

Dari 10 lagu hanya ada empat lagu yang bertema laut, yaitu Area Lepas Pantai dan Menuju Palung terdalam yang merupakan lagu instrumental, serta Tipu Daya dan Masalembo.

Kuya mengungkapkan bahwa pembuatan lagu bertema tentang laut mengalir begitu saja. "Reflek" katanya. Tema laut seperti sudah tertanam dalam alam bawah sadar anak-anak The Panturas.

Ya, bila menengok ke belakang, surf rock memang lahir di Southern California, Amerika Serikat, yang dekat dengan lautan. Tak heran bila surf rock identik dengan laut dan tak ada salahnya membuat lagu bertema laut.

"Bisa jadi kami meninggalkan lagu bertema laut. Tapi kami enggak akan meninggalkan surf rock," kata Kuya merespons pertanyaan sejauh mana eksplorasi tema lagu dan musik The Panturas.





(adp/fjr)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK