Indonesia Kita dan Bakti Budaya Djarum Foundation mempersembahkan sebuah karya bertajuk 'Julini Tak Pernah Mati' pada 16-17 Juni 2023. Pementasan ke-39 kali ini merupakan bentuk penghormatan salah satu sutradara terbaik Indonesia, Nano Riantiarno, yang meninggal dunia pada 20 Januari 2023.
Pendiri Teater Koma ini telah meninggalkan warisan karya teater yang menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah pertunjukan di Indonesia. Lakon yang akan dihadirkan adalah adaptasi yang menarik dari karya legendaris 'Opera Kecoa', yang kemudian dikembangkan oleh Penulis dan Direktur Artistik Indonesia Kita, Agus Noor.
Pertunjukan yang diproduksi oleh Kayan Production dan akan diadakan di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, akan menampilkan beberapa aktor terkenal. Beberapa di antaranya Butet Kartaredjasa, Rangga Riantiarno, Cak Lontong, Akbar, Marwoto, Sri Krishna Encik, Sruti Respati, Jajang C. Noer, Netta Kusumah Dewi, Mucle, Wisben, Joned, Joind Bayu Winanda, serta para aktor dari Teater Koma.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara aransemen musik akan digawangi oleh Arie Pekar dari Jakarta Street Music, dan para penari dari Dansity akan memeriahkan pertunjukan ini dengan koreografi karya Josh Marcy.
"Selain untuk mengenang Mas Nano Riantiarno, kisah Julini yang kami angkat kali ini juga sebagai pengingat bahwa seni teater kita telah berkembang dengan adanya Teater Koma," ujar Agus dalam keterangannya, Rabu (16/7).
Menurutnya, Teater Koma merupakan bukti nyata bahwa seni pertunjukan di atas panggung pernah mengalami masa keemasan dan menjadi salah satu hiburan yang menghibur sekaligus merangsang pemikiran kritis masyarakat Indonesia. Pada masa itu, masyarakat menemukan hiburan dan pertemuan intelektual di panggung teater.
Berbeda dengan 'Opera Kecoa', di mana tokoh utama, Julini, meninggal dunia, di lakon yang juga dikenal sebagai 'Misteri Julini' ini, penemuan Julini dalam keadaan utuh setelah makamnya digali menjadi sorotan utama. Keberadaannya mengejutkan dan memunculkan berbagai polemik.
Ada yang menganggapnya sebagai sosok yang memiliki kekuatan gaib, namun ada juga yang menganggapnya sebagai ancaman yang berbahaya. Julini memiliki daya tarik yang luar biasa dan memikat banyak pengikut, sehingga banyak orang yang berusaha memanfaatkan keajaibannya.
Namun, di balik semua itu, Julini hanya memiliki keinginan sederhana, yaitu untuk bertemu dengan teman-teman dan kekasihnya yang telah meninggal dunia. Mereka hanya tinggal dalam bentuk keturunan.
Julini kemudian terjebak dalam berbagai intrik politik. Ia menjadi pujaan sekaligus menjadi sasaran kritik tajam. Masa lalunya sebagai waria pun menjadi sorotan.
Terlebih lagi, banyak orang yang mencoba menghubungkan masa lalu Julini dengan perjalanan hidup seorang tokoh politik yang akan maju dalam pemilihan kepala kota. Munculnya Julini membuka tabir cerita-cerita yang selama ini tertutup atau disembunyikan dalam sejarah.
"Sosok Julini yang tak pernah mati diharapkan dapat menghidupkan kembali masa-masa tersebut," imbuh Agus.
Sementara itu, bagi Butet Kartaredjasa, pendiri Indonesia Kita, pementasan yang mengangkat salah satu karya populer Teater Koma ini menjadi momen kenangan dan reuni tersendiri baginya, mengingat ia sering tampil bersama Teater Koma.
"Panggung Indonesia kali ini benar-benar membuat saya bercampur aduk. Saya merasakan kebahagiaan, kesedihan, rasa kangen, dan segala perasaan yang mengingatkan saya pada Mas Nano Riantiarno dan momen-momen berharga bersama Teater Koma," paparnya.
Menurutnya momen pementasan kali ini sangat tepat dan penting bagi Indonesia Kita untuk mempertunjukkan lakon ini. Dia pun berharap 'Julini Tak Pernah Mati' dapat mengingatkan penonton Indonesia akan sejarah penting Teater Koma.
"Teater Koma sebagai kelompok teater yang telah melahirkan banyak seniman besar di dunia seni peran dan menjadi wadah bagi mereka yang ingin belajar tentang teater dan akting yang luar biasa," pungkas Butet.
(rir)