Fans Lapor Agensi Usai Foto D.O EXO Diedit untuk Kampanye Pilpres 2024
Para penggemar D.O EXO di Indonesia melapor ke agensi yang menaungi idol Korea Selatan itu terkait penggunaan foto sang idol secara ilegal dalam aksi kampanye Pilpres 2024.
Dalam posting yang viral beredar di media sosial, wajah D.O EXO diubah menjadi wajah Gibran Rakabuming dan dipublikasikan oleh sejumlah pendukung pasangan calon nomor urut 02 di media sosial serta di tempat umum.
Hal ini menjadi kesekian kalinya fans dan atribut KPop diseret dalam kontestasi politik di Indonesia, sesuatu yang 'diharamkan' dalam budaya juga norma fandom musik asal Korea Selatan tersebut.
Para penggemar pun melayangkan protes dan melaporkan aksi serta oknum pendukung tersebut ke agensi yang menaungi idol bernama lengkap Doh Kyung-soo tersebut, SooSoo Company.
Dalam unggahan di media sosial, para penggemar menampilkan berbagai tangkapan layar bukti wajah D.O EXO baik dalam sesi foto maupun dalam drama diedit menjadi wajah Gibran.
Bukan hanya itu, beberapa hasil editan juga menggunakan konsep dan jenis huruf dari novel Dilan karya Pidi Baiq.
Para penggemar D.O. EXO pun menampilkan tangkapan layar yang menyatakan mereka sudah melaporkan hal tersebut ke SooSoo Company di Korea Selatan.
Dalam tangkapan surel yang diunggah di media sosial, para penggemar menyebut para terduga pendukung paslon ini secara ilegal mengubah foto D.O dan menggunakannya untuk keperluan kampanye Pilpres 2024.
"Kami berharap Artis dari SooSoo Company tidak boleh terlibat dalam politik, baik di dalam negeri maupun di luar negeri," tulis mereka.
CNNIndonesia.com sudah meminta izin kepada fans D.O EXO tersebut untuk mengutip unggahan mereka dan meminta tanggapan ke agensi D.O EXO terkait hal ini.
Namun sejumlah netizen lainnya melaporkan bahwa papan reklame yang menampilkan foto editan D.O EXO tersebut yang diduga berada di kawasan Subang, Jawa Barat, sudah diturunkan.
"Baliho udah dicopot, mohon untuk timses lain jangan bawa "IDOL KPOP" ke kampanye kalian!!!" kata netizen.
"Udah dr akhir tahun, awal tahun, sampe sekarang vt nya belum dihapus2. Padahal udh sering report. Diingetin baik2 di dm/komen kalo kpop gaboleh dibawa ke politik. Malah kami yg di blok/delete komen ama si creatornya. Capek bgttt," kata seorang netizen.
"Gak kreatif banget dehhh." kata yang lain.
"Bagus lah di laporin biar kapok , main edit2 aja harus jadi diri sendiri dong," kata netizen lainnya.
Meski dinilai sebagai komunitas yang memiliki daya politik kuat, penggemar KPop alias KPoper kerap mendeklarasikan diri tidak memihak dalam laga pemilu mana pun di dunia.
Hal ini mengikuti bias atau idola mereka di Korea Selatan yang mana para artis tidak diperkenankan terikat atau terasosiasi dengan partai politik tertentu.
Namun, para KPoper biasanya memiliki semangat aktivisme yang tinggi. Kalaupun ada KPoper yang menyatakan diri pendukung atau terlibat dalam agenda politik, mereka akan menyatakan atas nama individu.
Hal itu juga terjadi di Indonesia. KPoper di Indonesia kompak menyerukan untuk tidak menyeret nama idol KPop, fandom, atau KPoper secara keseluruhan dalam agenda politik dalam musim pemilihan umum seperti saat ini.
Di sisi lain, hasil karya fotografi termasuk ciptaan yang dilindungi hak ciptanya, baik hak ekonomi maupun hak moral, menurut Pasal 40 Ayat 1 UU 28 Tahun 2014.
Hak cipta atas foto juga terbilang ketat di Korea Selatan. Pengadilan Distrik Pusat Seoul pada 2016 pernah menetapkan setiap individu memiliki hak cipta atas wajah mereka, sehingga bila mereka difoto untuk kemudian dipublikasikan, harus menyertakan izin dari orang yang menjadi objek.
Termasuk juga soal foto idol. Setiap foto idol resmi yang dibuat oleh agensi masing-masing idol memiliki hak cipta yang dimiliki oleh agensi, sehingga menggunakan dan mempublikasikan tanpa izin berpotensi akan melanggar hak cipta.
Hal itu pernah terjadi pada 2007. Agensi iHQ dan tujuh bintang film Korea Selatan pernah menggugat majalah lokal senilai 350 juta won karena menggunakan foto mereka tanpa izin untuk komersil berupa kover majalah tersebut.
(end)