Jakarta, CNN Indonesia --
Penayangan Anatomy of a Fall secara reguler di layar lebar Indonesia bagi saya adalah berkah awal tahun yang patut dirayakan. Pasalnya, film dengan kualitas semacam ini rasanya hanya muncul dalam beberapa tahun sekali.
Saya sempat berprasangka film ini akan menyuguhkan courtroom drama yang intens dan penuh teka-teki di baliknya. Mungkin seperti 12 Angry Men (1957) yang ikonis, atau Bridge of Spies (2015) dan The Trial of the Chicago 7 (2020) yang masih segar dalam ingatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prasangka saya sesungguhnya tak sepenuhnya keliru. Anatomy of a Fall berangkat dari kematian misterius Samuel Maleski (Samuel Theis), lalu menyeret istrinya, Sandra Voyter (Sandra Huller), sebagai tersangka.
Justine Triet, sang penulis sekaligus sutradara, lantas mengajak penonton menuju meja persidangan. Meja hijau itu kemudian menjadi arena pertarungan alibi sekaligus upaya pembuktian Sandra.
Nuansa courtroom drama dalam Anatomy of a Fall terasa betul ketika bagian persidangan itu mulai ditampilkan. Kesaksian terdakwa dan adu strategi antara pengacara dan jaksa penuntut cukup sukses menciptakan ambiguitas.
Triet juga terlihat amat teliti dalam menyusun cerita, sehingga kesan whodunnit ala cerita detektif dalam film ini berhasil membuat saya bertahan di kursi bioskop.
 Review Anatomy of a Fall: Triet juga terlihat amat teliti dalam menyusun cerita, sehingga kesan whodunnit ala cerita detektif dalam film ini berhasil membuat saya bertahan di kursi bioskop. (dok. Le Pacte via IMDb) |
Namun, persidangan alot itu ternyata hanya seperti puncak gunung es. Asumsi awal saya terkait film ini perlahan terbantahkan saat kesaksian Sandra mulai terbenam lebih dalam.
Secara bertahap, persidangan itu justru menyelami perasaan Sandra yang lebih pribadi. Triet juga begitu sabar dalam menuturkan perasaan itu, yang menjadi pembuka pintu fakta bahwa hubungan keluarga Sandra dan Samuel sudah disfungsional.
Kondisi itu membuat saya meyakini bahwa ternyata Anatomy of a Fall bukanlah cerita persidangan yang hanya berusaha mengungkap penyebab kematian tragis seorang guru.
Film ini justru mengekspos sisi personal pasangan suami istri yang merasa saling terbelenggu hingga berujung derita.
Sementara itu, kebolehan Triet dalam mengeksekusi Anatomy of a Fall kian lengkap dengan penampilan bintang lima para pemeran. Nyaris semua aktor yang terlibat dalam film ini bermain dengan begitu apik.
[Gambas:Video CNN]
Sandra Huller amat impresif selama menjadi Sandra Voyter. Ia menerjemahkan berbagai emosi berlapis Sandra dengan meyakinkan, entah ketika ia menjadi istri yang baru ditinggal suami, tersangka, hingga ibu bagi Daniel (Milo Machado Garner).
Gestur dan ekspresinya selama di persidangan juga brilian. Pembawaannya terkadang mantap seperti orang yang tak bersalah, tetapi beberapa kali juga terlihat penuh keraguan dan emosional.
Dengan penampilan semacam itu, saya menjadi tak heran saat Sandra Huller nyaris selalu masuk dalam nominasi aktris terbaik pada musim penghargaan tahun ini.
Lanjut ke sebelah...
Satu jatah nominasi Piala Oscar juga hampir pasti diperoleh Sandra Huller. Ia bahkan layak menjadi penantang berat sekaligus kuda hitam yang bisa 'mencuri' piala itu dari Lily Gladstone atau Emma Stone.
Sandra Huller bukanlah satu-satunya bintang yang bersinar dalam Anatomy of a Fall. Saya juga terpikat dengan penampilan Milo Machado Graner sebagai Daniel, putra Sandra dan Samuel.
Kemunculan Daniel sepanjang cerita itu membawa nuansa, emosi, serta sudut pandang baru yang tak kalah kuat. Ia harus menghadapi persoalan orang dewasa yang kompleks, meski baru berusia 11 tahun.
Bahkan, Daniel menjadi saksi kunci yang memiliki peran krusial di akhir persidangan. Segala beban, dilema, dan kekalutan sebesar itu ternyata dapat diekspresikan Graner lewat akting yang memesona.
Namun, di antara penampilan aktor-aktor hebat itu, saya justru paling dibuat kagum oleh akting Snoop, anjing peliharaan keluarga Sandra Voyter.
Snoop tidak hanya menjadi pemanis keluarga kecil disfungsional tersebut. Ia bahkan mendapat screen time untuk unjuk kebolehan, seperti ketika melihat Samuel mati terkapar di halaman atau berinteraksi dengan Daniel.
 Review Anatomy of a Fall: Kemunculan Daniel sepanjang cerita itu membawa nuansa, emosi, serta sudut pandang baru yang tak kalah kuat. Ia harus menghadapi persoalan orang dewasa yang kompleks, meski baru berusia 11 tahun.: (dok. Le Pacte via IMDb) |
Kekaguman itu mencapai puncak ketika anjing itu menjadi bagian kunci ketika Daniel berusaha untuk membuktikan teorinya di rumah.
Saya enggan menjelaskan adegan tersebut karena berpotensi spoiler. Namun, yang jelas, saya tidak menyangka Snoop mampu mengikuti urutan adegan yang kompleks dan tak biasa dilakukan anjing-anjing dalam film lain.
Saya tidak sedang bercanda atau melebih-lebihkan. Kekaguman ini memang nyata, dan mungkin baru dapat terbukti dengan menonton langsung film tersebut.
Anatomy of a Fall juga mengesankan berkat langkah Justine Triet dalam mengakhiri cerita. Ia tak menutup cerita dengan menunjukkan penyebab kematian sang suami secara gamblang, baik melalui adegan maupun narasi.
Persidangan berakhir begitu saja, mengikuti putusan hakim terhadap Sandra. Lewat pendekatan itu, Triet berupaya untuk mendengar, bukan menjadi 'Tuhan' dalam dunia fiktif yang tahu dan bisa menunjukkan segalanya.
Penonton, termasuk saya, mungkin dibuat bertanya-tanya tentang kebenaran di balik peristiwa tragis itu. Kita juga tidak tahu kebenaran kesaksian Sandra dan Daniel, atau seberapa adil putusan hakim.
Namun, gaya semacam itu nyatanya membuat emosi Anatomy of a Fall lebih mudah sampai ke hati hingga meninggalkan kesan yang mendalam.
[Gambas:Youtube]