MK Kabulkan Sebagian Gugatan Melly Goeslaw soal Perlindungan Hak Cipta
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan penyanyi Melly Goeslaw tentang aturan perlindungan hak cipta musik di Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
MK menambah ketentuan di pasal 10 UU Hak Cipta dengan mengikat platform digital berbasis user generated content (UGC) ke dalam aturan tersebut. Contoh platform UGC, seperti Facebook, YouTube, TikTok, dan Instagram.
"Menyatakan pasal 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 ... tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Pengelola tempat perdagangan dan atau platform layanan digital berbasis user generated content dilarang membiarkan penjualan, penayangan, dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan dan/atau layanan digital yang dikelolanya'," kata ketua majelis hakim MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, Kamis (29/2).
Awalnya, pasal 10 hanya mengatur, "Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya."
Meski demikian, MK tidak mengabulkan gugatan Melly Goeslaw terhadap pasal 114. Pasal tersebut mengatur sanksi jika peraturan itu dilanggar.
"Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)," bunyi psal 114.
Dalam permohonannya, Melly meminta MK menyertakan platform digital berbasis UGC ke dalam pasal 114 UU Hak Cipta. Dia ingin platform digital disanksi penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp4 miliar jika membiarkan pembajakan musik terjadi di platform masing-masing.
"Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya," ucap Suhartoyo.
Sebelumnya, Melly Goeslaw, PT Aquarius Pustaka Musik, dan PT Aquarius Musikindo menguji sejumlah pasal Undang-Undang Hak Cipta. Mereka berfokus pada potensi pembajakan dalam platform digital.
Ignatius Supriyadi, kuasa hukum para pemohon, menyebut ada kekosongan hukum. Akibatnya, para kliennya tak bisa menggugat platform digital ketika ada pembajakan musik.
"Berangkat dari kasus konkret yang dialami, yakni ketika media sosial banyak memuat atau menayangkan atau mengumumkan lagu-lagu atau master yang dimiliki pemohon tanpa izin dari pemohon," ucap Ignatius pada sidang 28 Agustus 2023.
Dia melanjutkan, "Namun, dilihat dari UU Hak Cipta belum mengatur khususnya mengenai pertanggungjawaban dari penyedia layanan digital yang khususnya berbasis UGC."