Sutradara Denmark Kritik Ending Speak No Evil Versi AS

CNN Indonesia
Sabtu, 21 Sep 2024 10:37 WIB
Sutradara Denmark Christian Tafdrup kritik ending Speak No Evil versi AS yang sangat berbeda dari film hasil garapannya. (Blumhouse Productions)
Jakarta, CNN Indonesia --

Artikel ini mengandung spoiler/beberan.

Sutradara Christian Tafdrup mengkritik ending atau akhir cerita Speak No Evil garapan James Watkins. Tafdrup merupakan sutradara sekaligus penulis naskah Gæsterne (2022), film original asal Denmark tersebut.

Ia mengkritik kebiasaan mendalam Amerika yang membuat orang atau karakter baik harus selalu menang di akhir kisah, terutama film-film produksi mereka.

"Saya baru menonton filmnya kemarin dan saya lihat mereka tidak pernah berhasil membuat film yang karakternya dirajam batu sampai mati, seperti yang dilakukan dalam film kami," kata Tafdrup dalam wawancara bersama Kulturen via World of Reel pada 18 September.

"Mereka [versi AS] harus bertarung untuk keluarganya dan mengalahkan orang jahat, seperti happy ending. Itu sudah mengakar dalam budaya mereka bahwa Amerika harus bisa menangani semuanya."

Speak No Evil versi Denmark mengisahkan satu keluarga Denmark; Bjørn, Louise dan Agnes, diundang keluarga Belanda; Patrick, Karin, dan Abel, ke rumah mereka untuk berakhir pekan bersama.

Ajakan itu ditawarkan ketika kedua keluarga bertemu saat berlibur di Tuscany, Italia dan menghabiskan waktu bersama. 



Namun, keluarga Belanda itu ternyata pasangan pembunuh berantai yang kerap menargetkan banyak keluarga untuk dibunuh dan menculik anak mereka sebelum memulai pembunuhan yang baru.

Dalam versi original, Speak No Evil (2022) memiliki akhir Bjørn dan Louise dirajam hingga mati. Sedangkan Agnes menjadi bisu karena lidahnya dipotong untuk membantu Patrick dan Karin mengincar keluarga lain.

Akhir dari versi Amerika 'lebih ringan' dibandingkan Denmark. Ben dan Louise asal Amerika melakukan perlawanan akhir terhadap Paddy dan Ciara asal Inggris untuk memastikan mereka bersama Agnes, sang anak, tetap hidup.

Tak hanya itu, Louise bersama Ben juga berusaha mati-matian memastikan Ant yang ternyata anak dari keluarga kaya sebelumnya tetap bisa selamat dan ikut dengan mereka.

Kedua film tersebut memiliki akhir yang sangat berbeda dan bagi Tafdrup, itu adalah sesuatu yang ia perhatikan ketika menyaksikan reaksi penonton.

"Penonton usai menyaksikan hasil remake sangat antusias dan bertepuk tangan, tertawa, dan bersorak. Rasanya seperti berada di konser rock," tuturnya sambil membandingkan saat penonton menyaksikan pertama kali hasil garapannya.

"Orang-orang setelah menyaksikan film saya dalam keadaan trauma."

James Watkins sendiri sudah sering menyinggung perubahan ending dalam Speak No Evil garapannya. Ia menyadari akhir film itu tak segelap dan sebrutal aslinya, tapi juga dipastikan tak sepenuhnya bahagia.

"Ant, air matanya di akhir, tentu, mungkin ada unsur lega, tetapi itu agak tragis," Watkins mulai menjelaskan lebih lanjut.

"Anda tidak melihat anak ini dan berkata, 'Ini luar biasa. Dia sudah lolos. Hidupnya akan manis dan indah.' Anda melihat trauma yang akan terjadi antargenerasi."

"Maksud saya, ya untuk Paddy dan Ciara, itu tidak berakhir baik bagi mereka, tetapi saya tidak yakin itu akan terjadi pada siapa pun. Semua orang keluar dengan luka," ia menjelaskan.

Ia juga mengatakan perubahan dilakukan karena sudah pernah membuat Eden Lake, film dengan ending begitu gelap yang disebut serupa dengan Speak No Evil garapan Christian Tafdrup.

"Saya tidak mau penonton melihat hal yang sama lagi, saya merasa filmnya jadi tidak akan jujur. Saya hanya mengikuti ke mana cerita membawa saya dan ke mana tema serta karakternya membawa saya," tuturnya.

(chri)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK